Minggu, 14 Juni 2015

mata kuliah wacana materi analisis wacana teori Van Djik

Definisi Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa berdasarkan kata yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu merupakan deretan kata atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana dapat dlihat sebagai hasil dari pengungkapan idea/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Bagaimana Terbentuknya Wacana. Penggunaan bahasa berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kata atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kata atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kata-kata dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kata-katanya disusun secara teratur dan sistematik sehingga menunjukkan kebenaran ide yang diungkapkan. Analisis wacana di dalam ilmu komunikasi bersumber dari pemikiran Marxis Kritis. (Stephen W. Littlejohn, 2002; Stanley J. Baran and Denis K. Davis, 2000). Ada tiga aliran pemikiran yang termasuk ke dalam kategori ini, iaitu: (1). Aliran Frankfurt (Frankfurt School); (2). Pengajian Budaya (Cultural Studies); (3). Pengajian Wanita (Feminist Study). (Stephen W. Littlejohn, 2002).
Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Meskipun ada gradasi yang besardari berbagai definisi, titik singgungnya adalah analisis wacanaa berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana? Disini ada beberapa perbedaan pandangan. Mohammad A. S. Hikam dalam suatu tulisannya telah membahas dengan baik perbedaan paradigma analisis wacanaa dalam melihat bahasa ini yang akan diringkas sebagai berikut.Paling tidak ada tiga pandangan mengeneai bahasa dalam analisis wacanaa. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivme-empiris. Oleh kaum ini , bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakaipenyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris.
Salah satu cirri daripemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacanaa, konsekuensi logis dari pemahaman ini orangtidak perlu mengetahui makna-makna subjektif ataunilaiyangmendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliranpositivme-empiris tentang wacanaa. Analisis wacanaa dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacanaa lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik). Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme.
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacanaa serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S. Hikam, subjek memiliki kemampuan-kemampuan melakukan control terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacanaa. Bahasa dipahami dalam paradigm ini diatur dan dihidupkan oleh pernyatan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis wacanaa dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membonhgkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacanaa adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan memnempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitive pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belummenganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacanaa, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigm kritis. Analisis wacanaa tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacanaa dalam paradigm ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa disini tidak difahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi didalamnya. Oleh karena itu, analisis wacanaa dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacanaa, perspektif yang merti dipakai, topic apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacanaa melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. karena memakai perpektif kritis, analisis wacanaa kategori ketiga itu juga disebut sebagai analisis wacanaa kritis (Critical Discourse Analysis/CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacanaa dalam kategori yang pertama atau kedua (Discourse Analysis). Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana mencoba untuk memberikan alternative dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik, semua unsure bahasa terikat pada konteks pemakaian. Oleh karena itu, analisis wacana sangat penting untuk memahamihakikat bahsa dan perilaku berbahasa termasuk belajar bahasa.
Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankankajiannya pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar penutur. Jadi jelasnya analisis wacan bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah. Yang dimaksud dengan keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakatsecara realita dan cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Kartomiharjo (1999:21) mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis.
B.     Teori Kognisi Sosial Teun A. Van Djik
Dari begitu banyak model analisis wacana yang diintoduksikan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin disebabkan karena van Dijk menformulasikan elemen-elemen wacana, sehingga bisa dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial” (Eriyanto 2001:221). Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Di sini ada dua bagian, yaitu teks yang mikro yang merepresentasikan suatu topik permasalahan dalam berita, dan elemen besar berupa struktur sosial. van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan nilai-nilai masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita (Eriyanto 2001:222).
Dalam buku Eriyanto, Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Dijk (Eriyanto 2001:225).
Ø  Teks
Van Dijk membagi struktur teks ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka atau skema suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga,struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, parafrase dan lain-lain.
Meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan baru kemudian pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Kita bisa membuat pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa terhadap isu kenaikan BBM. Misalnya, Koran A mengatakan bahwa aksi ini terjadi karena kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM semata tanpa ada motif atau tuntutan yang lain.
Tema ini akan didukung dengan skematik tertentu. Misalnya dengan menyusun cerita yang mendukung gagasan tersebut. Media tersebut juga akan menutupi fakta tertentu dan hanya akan menjelaskan peristiwa itu semata pada masalah BBM. Pada tingkat yang lebih rendah, akan dijumpai pemakaian kata-kata yang menunjuk dan memperkuat pesan bahwa demonstrasi tersebut semata kasus kenaikan harga. Semua teks dipandang van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat sebagai sebuah piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan proposisi yang dipakai. Pernyataan atau tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat, atau retorika tertentu. Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media dipahami van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan.
Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata dipandang sebagai cara berkomunikasi melainkan sebagai politik berkomunikasi, suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang. Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu elemen dalam teks. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati
Dari topic/tema yang diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan,
Isi, penutup, dan kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati
Dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai oleh suatu teks
1.                   Struktrur makro (thematic structure)
Struktur makro merupakan makna global sebuh teks yang dapat dipahami melalui topiknya. Topik direpresentasikan ke dalam suatu atau beberapa kalimat yang merupakan gagasan utama/ide pokok wacana. Topik juga dikatakan sebagai “semantic macrostructure” (van Dijk, 1985:69). Makrostruktur ini dikatakan sebagai semantik karena ketika kita berbicara tentang topik atau tema dalam sebuah teks, kita akan berhadapan dengan makna dan refrensi.
                                
2.                   Superstruktur (superstructure)
 Superstruktur merupakan struktur yang digunakan untuk mendeskripsikan sehemata, di mana keseluruhan topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini mengorganisikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya berdasarkan urutan atau hiraki yang diinginkan. Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks.
Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Misalnya berita tentang konser Dewi Persik yang batal diselenggarakan karena mendapat protes dan kecaman keras dari masyarakat. Episode ini umumnya juga akan didukung oleh latar, misalnya, dengan mengatakan ini pembatalan konser Dewi Persik yang kesekian kali. Dengan demikian, latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak.
Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh. Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang disembunyikan. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
3.    Struktur Mikro
Struktur mikro adalah struktur wacana itu sendiri yang terdiri atas beberapa elemen, yaitu:
1)   Elemen sintaksis
Elemen sintaksis merupakan salah satu elemen penting yang dimaanfaatkan untuk mengimplikasikan ideologi. Dengan kata lain, melalui struktur sintaksis tertentu, pembaca dapat menangkap maksud yang ada dibalik kalimat-kalimat dalam berita. Melalui struktur sintaksis, wartawan dapat menggambarkan aktor atau peristiwa tertentu secara negafit maupun posifit.
a.       Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarakata, atau kalimat dalam teks, Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Proposisi “demontrasi mahasiswa” dan “nilai tukar rupian melemah” adalah dua buah fakfa yang bernilai. Dua buah proposisi itu menjadi berhubung sebab-akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi “Demontrasi” mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Dua buah kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan”. Kalimatnya kemudian menjadi “Demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilia tukar rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain.
b.      Koherensi Kondisional
Koherensi Kondisianal diantaranya ditandai dengan pemakian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat,di mana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung konjungsi, seperti “yang” atau “dimana”. Kalimat kedua fungsinya hanya sebagai penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak anak kalimat itu,tidak akan mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingam komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pertanyaan. Seperti dalam sebuah kalimat “PSSI, yang selalu kalah dalam pertandingan internasional. Tidak jadi dikirim ke Asian Games”. Arti kalimat tersebut tidak akan berubah jika seandainya diubah menjadi “PSSI tidak jadi dikirim ke Asean Games”. Anak kalimat “yang selalu kalah dalam pertandingan” selain menjadi penjelas juga bermakna ejekan terhadap PSSI.
c.       Koherensi pembeda
Jika koherensi kondisional berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan. Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan, bagaimana dua buah peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Seperti mengenai kebebasan pers di ers Gus Dur, pada era Gus Dur kebebasan pers dijamin, namun terjadi peristiwa penduduk banser terhadap harian jawa post hingga menyebabkan koran tersebut tidak bisa terbit. Dua buah peristiwa itu terpisah, tidak berhubungan, juga tidk menyulut peristiwa lain. Akan tetapi, kedua masalah tersebut bisa dibuat berhubungan dengan cara membuat satu peristiwa sebagai kebalikan/kontras dari peristiwa lain. Dalam contoh kasus tersebut, bisa saja dikatakan alangkah berbedanya masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur, atau pemerintah Habibie lebih baik dari pada pemerintah Gus Dur.
d.      Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagai mana wartawan menyembunyikan apa yang anggin diekpresikan secara amplisit. Penginakaran ini menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu, pahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.
e.   Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menyatakan apakah A yang menjelaskan B, atau B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika diperjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan objek (diterangkan) dan predikat (menerangkan). Bentuk lain adalah dengan pemakian urutan kata-kata yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertam, menekankan atau menghilangkan dengan penempatan dan pemakian kata atau frase yang mencolok dengan menggunakan pemakian semantik. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah posisi proposisi dalam kalimat. Bagaiman proposisi-proposisi diatur dalam satu rangkaian kalimat. Termasuk ke dalam bagian bentuk kalimat ini adalah apakah berita itu memakai bentuk deduktif atau indukfit. Dedukfit adalah bentuk penulisan kalimat dimana inti kalimat (umum) ditempatkan di bagian mukak, kemudian disusul dengan keterangan tambahan (khusus). Sebaliknya, bentuk induktif adalah bentuk penulisan di mana inti kilimat ditempatkan di akhir setelah keterangan tambahan.
f.     Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imanjinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menujukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseoarang dapat menggunakan “kami” atau “saya” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Namun, ketika menggunakan kata ganti “kita”, sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tersebut. pemakian kata ganti yang jamak seperti “kita” (atau“kami”)http://sastrawanmania.blogspot.com/2012/01/analisis-wacana-vandijk.html mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian, yang pada dasarnya merupakan upaya merangkul dan menghilangkan oposisi yang ada. Pemakian kata ganti “kita” menciptakan komunitas antara wartawan dan para pembaca.
2)   Elemen Semantik (makna lokal)
Elemen semantik ini sangat erat hubunganya dengan elemen leksikon dan sintaksis sebab penggunaan leksikon dan struktur sintaksis tertentu dalam berita dapat memunculkan makna tertentu. Berikut ini adalah unsur-unsur wacana yang tergolong ke dalam elemen semantik.
1.      Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mengpengaruhi semantik (arti) yang inggin ditampilkan. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks (Eriyanto, 2006.235). oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang inggin disampaikan oleh wartawan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana teks dibawah.
2.      Detil
Elemen wacana detil berhunungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (Eriyanto, 2006: 238). Detil yang lengkap dan panjang merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan komunikator.
3.      Maksud
Elemen wacana maksud hampir sama dengan detil, hanya saja elemen maksud meliat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
4.      Pranggapan
Elemen wacana pranggapan merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pranggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidk perlu dipertanyakan. Seperti dalam suatu domonstrasi mahasiswa. Seseorang yang setuju dengan gerakan mahasiswa akan memakai praanggapan berupa pernyataan “perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani rakyat”. Pernyataan ini  merupakan suatu premis dasar yang akan menentukan proposisi dukunganya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya.
3)    Elemen leksikon
Elemen leksikom menyangkut pemilihan diksi. Pemilihan diksi telah diketahui dapat mengeskspresikan idiologi maupun persuai, sebagaimana yang terjadi pada “terrorist” dan “freedomfighter”. Bagaimana aktor yang sama digambarkan dengan dua diksi yang berbeda berimplikasi pada pemahaman pembaca tenteng aktor tersebut.
4)   Elemen Retorik
Elemen ritorik menyangkut penggunaan repetisi, alitersi, metafora yang dapat berfungsi sebagai “idiologi control” manakalah sebuah informasi yang kurang baik tentang aktor tertentu dibuat kurang mencolok sementara informasi tentang aktor lain ditekankan. Dengan kata lain, retorik ini digunakan untuk memberi penekanan posifif atau negatif terhadap aktor atau peristiwa dalam berita.
a.       Grafis
Elemem ini merupakan bagian untuk memberikan apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam berita elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda dibandingkan tulisan lain, seperti pemakian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf dengan ukuran lebih besar,termasuk pemakian caption, raster, grafik, gambar, foto dan tabel untuk mendukung pesan. Pemakian angka-angka dalam berita diantaranyadigunakan untuk menyugestikan kebenaran, ketelitian, dan posisi dara suatu laporan. Pemakian jumlah, ukuran statistik menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2006:258) bukan semata bagian dari standar jurnalistik, melainkan juga menyugestikan presisi dari apa yang hendak dikatakan dalam teks.
b.      Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagian ornamen atau bumbuu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakian metafora tertentu bisa jadi pakian oleh wartawan secara strategi sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat tertentu kepada publik. Penggunaan ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan ayat suci dipakai untuk memperkuat pesan utama.

Rabu, 27 Mei 2015

cara menulis kutipan

PENGERTIAN, JENIS KUTIPAN, DAN CARA MENULIS SUMBER KUTIPAN DALAM TEKS, DAN DALAM DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Pengertian Kutipan
Sebelum lebih jauh membicaran tentang kutipan, perlu kita mengetahui terlebih dahulu apa pengertian atau konsep dari kutipan itu sendiri. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata kutipan bersala dari kata,  kutip, mengutip v1 memungut benda kecil kecil satu demi satu: ~ uang yg berjatuhandi tanah; 2 mengambil perkataan atau kalimat-kalimat dari buku dan sebagainya; memetik karangan dan sebagainya; menukil: ~ pasal pasal penting dari kitab undang-undang; 3 mengumpulkan dari berbagai sumber: ~derma. Kalau  kutipan n pungutan; petikan; nukilan;  pengutip n orang yg mengutip; pemungut dan pengutipan n cara atau perbuatan mengutip.
Dalam pendapat yang lain bahwa kutipan adalah gagasan, ide, pendapat yang diambil dari berbagai sumber. Proses pengambilan gagasan itu disebut mengutip. Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel, laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya
Kutipan adalah pengokohan argumentasi dalam sebuah karangan. Seorang penulis tidak perlu membuang waktu untuk menyelidiki suatu hal yang sudah dibuktikan kebenarannya oleh penulis lain, penulis cukup mengutip karya orang lain tersebut.
 Dengan demikian kutipan memiliki fungsi sebagai:
1. Landasan teori
2. Penguat pendapat penulis
3. Penjelasan suatu uraian
4. Bahan bukti untuk menunjang pendapat itu.
Selain itu lebih jauh kutipan memiliki fungsi tersendiri. Adapun fungsi kutipan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan kualitas ilmih yang lebih tinggi.
2. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
3. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
4. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan.
5. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
6. Meningkatkan estetika penulisan.
7.Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data pustaka.
B. Jenis-Jenis Kutipan
Kutipan dalam penulisan karya ilmiah atau lainnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni kutipan langsung dan kutipan tak langsung.
1. Kutipan langsung 
Kutipan langsung adalah pernyataan yang ditulis dalam susunan aslinya tanpa mendapatkan perubahan sedikitpun. Atau mengutip sesuai dengan sumber aslinya, artinya kalimat-kalimat tidak ada yang diubah. Ba.han yang dikutip mesti direproduksi tepat seperti apa adanya sesuai sumber, tak terkecuali ejaan tanda-tanda baca, dan sebagainya.
kutipan langsung ini diperlukan dengan tujuan untuk mempertahankan keaslian pernyataan itu. Seseorang mungkin membuat pernyataan yang otentik, yang apabila ditulis ke dalam bentuk pernyataan yang lain, terkesan akan kehilangan keotentikannya.
  1. Kutipan kurang dari 40 kata.
Kutipan yang kurang dari 40 kata, maka ditulis diantara tanda kutip (“…”) sebagai bagian yang terpadau dalam teks utama, dan diketik dengan jarak dua spasi. Contoh: Ibu Hernawati (1990: 123) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara guru dengan muridnya dalam kegiatan belajar mengajar.”
  1. Kutipan 40 kata atau lebih
Apabila kutipan aslinya berisi minimal 40 kata, maka ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahuluinya, dan ditulis pada garis baru, sejajar dengan awal alinea baru, atau ditulis 1,2 cm dari garis tepi sebelah kiri dan kanan, dan diketik dengan jarak satu spasi (tunggal). Contoh:
Menurut Mariam Budiardjo (1992:4-5), dalam pemilu yang menggunakan system distrik:
  1. Kutipan yang sebagian dihilangkan
Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam kalimat yang dihilangkan, maka kata-kata yang dibuang, diganti dengan tiga titik. Contoh:
“Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah … diharapkan sudah melaksanakan kurikulum baru.”
2. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali pendapat orang lain dengan kata-katanya atau dalam bahasa sendiri. Yang dikutip hanya pokok-pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dalam sebuah tulisan, selanjutnya diungkapkan dengan bahasa penulis itu sendiri.
           
Kutipan tidak langsung ini paling sedikit dapat dibedakan menjadi dua jenis, atau dua cara dalam mengutipnya. Pertama, dengan melakukan ringkasan, membuat kesimpulan, atau merujuk pokok-pokok pikiran orang lain.Kedua, dengan melakukan paraphrase, yakni pengubahan struktur/susunan pada kalimat aslinya menjadi suatu kalimat yang lain tanpa mengubah makna atau subtansi kalimat/alinea aslinya.
Di samping itu kutipan tidak langsung ini dibedakan menjadi kutipan tidak langsung panjang dan kutipan tidak langsung pendek.
Contoh kutipan tidak langsung panjang.
Bagaimana ujud penalaran ilmiah itu dalam pelaksanaannya? Berikut ini dikemukakan penjelasan Shurter dan pierce.
Penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip/sikap yang berlaku umum atau suatu kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi atau hubungan kausal. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarakan kebenaran gejala khusus yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat sebab, atau akibat-akibat.
Penalaran deduktif adalah penalaran untuk menarik kesimpulan yang bersifat individual/khusus dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum. Penalaran itu mencakup bentuk silogisme, yakni bentuk penalaran deduktif formal untuk menarik kesimpulan dari premis mayor dan premis minor. Kesimpulan di dalam silogisme selalu harus lebih khusus dari premis-premisnya. Bentuk penalaran deduktif lainnya ialah entimem, yaitu bentuk silogisme yang dihilangkan salah satu premisnya.
C. Cara Menulis Sumber Kutipan dalam Teks
Untuk menulis sumber kutipan baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung terutama menulis kutipan dalam teks, ada beberapa cara.
Penulisan sumber kutipan secara umum dengan menggunakan nama akhir dan tahun di antara tanda kurung. Contohnya: Sebagaimana dikemuakan oleh Agam (2009:129) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.” Kemudia apabila terdapat dua pengarang, maka penulisan atau perujukan dilakukan dengan cara menyebut nama akhir kedua penulis tersebut. Contohnya: Sebagaimana diutarakan Sharp dan Green (1996:1) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.” Selanjutnya jika pengarangnya lebih dari dua orang, maka penulisannya adalah dengan menulis nama akhir pengarang pertama dari penulis tersebut, kemudian diikuti dengan dkk (dan kawan-kawan) atau et al. (et alili). Pilih salah satu, yang penting konsisten dalam satu karya ilmiah. Contohnya: Sebagaiman dikemukakan Mc Clelland et al. (1960: 35) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.”
Dalam penulisan sumber kutipan ini apabila nama penulis tidak disebutkan, maka yang dicantumkan dalam rujukan tersebut adalah nama lembaga yang menerbitkan, atau nama dokumen yang diterbitkan, atau nama koran. Kalau untuk karya terjemahan, penulisan dilakukan dengan cara menyebutkan nama penulis aslinya. Apabila sumber kutipan dua atau lebih yang ditulis oleh penulis yang berbeda, dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya. Contohnya: Beberapa studi tentang anak-
anak yang mengalami kesulitan belajar (Dunkey, 1972; Miggs, 1976; Parmenter, 1976)
            D. Cara Menulis Sumber Kutipan dalam Daftar Kepustakaan
Uraian di atas telah mengupas bagaimana cara menulis atau merujuk sumber kutipan dalam teks sesuai dengan ketentuan atau pedoman penulisan karya ilmiah. Kemudian pada pembahasan berikut ini akan dikemukakan pula bagaimana cara menulis sumber kutipan dalam daftar kepustakaan.
Daftar kepustakaan atau daftar rujukan merupakan daftar yang berisi buku, majalah, makalah, artikel atau bahan lainnya yang dikutip baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan bahan-bahan yang hanya dijadikan bahan bacaan untuk mendukung wawasan penulis dalam menulis karya ilmiah akan tetapi tidak dikutip, maka tidak perlu dicantumkan dalam daftar rujukan atau daftar kepustakaan. Sebaliknya jika bahan bacaan itu dikutip dalam tulisan/teks harus dicantumkan dalam daftar kepustakaan.
Penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustukaan ini ada aturan yang harus diindahkan. Semua rujukan atau sumber kutipan yang akan dicantumkan dalam daftar kepustakaan harus disusun berdasarkan abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya. Tidak ada ditulis nomor urut 1,2, 3, dan seterusnya, atau diberi huruf a, b, c, dan seterusnya. Namun apabila nama pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, maka daftar kepustakaan didasarkan pada judul pustaka tersebut. Prinsipnya, unsur yang mesti dutulis dalam daftar kepustakaan itu secara berturut-turut meliputi: (1) nama penulis yakni dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk subjudul, (4) kota tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Jika penulis atau pengarangnya lebih dari satu orang, cara penulisan namanya sama dengan penulis pertama.
Cara penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustakaan di atas dapat dibedakan beberapa macam, sebagai berikut:
1.                   Sumber kutipan/rujukan dari buku;
2.                  Sumber kutipan/rujukan dari buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya);
3.                   Sumber kutipan/rujukan dalam jurnal;
4.                   Sumber kutipan/rujukan dari artikel dalam jurnal dari CD-ROM;
5.                   Sumber kutipan/rujukan artikel dalam majalah atau Koran;
6.                   Sumber kutipan/rujukan dari Koran tanpa penulis;
7.                  Sumber kutipan/rujukan dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga;
8.                  Sumber kutipan/rujukan dari lembaga yang ditulis atas nama lembaga tersebut;
9.                   Sumber kutipan/rujukan berupa kerya terjemahan;
10.               Sumber kutipan/rujukan dari skripsi, tesis, atau disertasi;
11.              Sumber kutipan/rujukan dari makalah yang disajikan dalam seminar, penataran, atau lokakarya;
12.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa karya individu;
13.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa artikel dari jurnal;
14.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa bahan diskusi;
15.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa e-mail pribadi.[1]
Ketentuan dan aturan cara penulisan masing-masing sumber kutipan/rujukan di atas bersamaan dengan contohnya akan penulis uraikan di bawah ini, yakni sebagai berikut:
a). Sumber Kutipan/Rujukan dari Buku.
Dalam penulisan sumber kutipan yang diambil dari buku, tahun penerbitan ditulis setelah nama penulis dan diakhiri dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring (italic), pada setiap awal kata dengan huruf kapital, kecuali kata sambung. Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:). Contoh:
Hasibuan, M.S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi.Cet. Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Hodgson, E. dan P.E. levi. 1997. A Textbook of Modern Toxicology. (2­­­nd  ed). Singapore:  McGraw-Hill Company Inc.  
Apabila ada beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama pula, penulisan tahun penerbitan diikuti dengan lambang huruf a, b, c, dan seterusnya, yang urutannya ditentukan secara kronologis atau berdasarkan abjad judul buku-bukunya. Contoh:
Cornet, L. dan K. Weeks. 1985a. Career Ladder Plans:Trends and Emerging Issues-1985. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. dan K. Weeks. 1985b. Planning Career Ladder:Lessons from the States. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
b). Sumber Kutipan/Rujukan dari Buku yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada Editornya).
Menulis rujukan dari buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya, hampir sama cara penulisannya dengan menulis rujukan dari buku seperti di atas, hanya ditambah dengan tulisan (Ed.) baik untuk satu ataupun lebih editor, diantara nama penulis dan tahun penerbitan. Contoh:
Letherridge, S. dan C.R. Cannon (Ed.). 1980. Bilingual Education: Teaching English as a Second Languange. New York: Praeger.
Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
c). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya.
Penulisan sumber kutipan dari artikel dalam buku kumpulan artikel yang ada editornya, dengan cara nama penulis artikel ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul artikel diapet tanda kutip (“…”) tanpa cetak miring. Nama editor ditulis sebagaimana menulis nama biasa, diberi keterangan (Ed.) baik untuk satu editor ataupun lebih. Judul buku kumpulannya ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya disebutkan dalam kurung. Contoh:
Hasan, M.Z. 1990. “Karakteristik Penelitian Kualitatif”. Dalam Aminuddin (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm.12-25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
d). Sumber Kutipan/rujukan dari Artikel dalam Jurnal
Penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal, adalah nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun dan judul artikel diapit tanda kutip, dan huruf kapital pada awal setiap kata. Kemudian nama jurnal ditulis dengan miring, dan huruf awal dari setiap katanya dengan huruf kapital kecuali kata tugas atau kata hubung. Bagian akhir berturut-turut ditulis jurnal tahun ke berapa, nomor berapa (dalam kurung), dan nomor halaman dari artikel tersebut. Contoh:
Dwiloka, B. 1999. “Kontroversi Isu Minyak Tropis”. Sain Teks, 6(2): 49-60.
Hanafi, A. 1989. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi”. Forum Penelitian, 1(1): 33-47.
e). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM
Cara penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal dari CD-ROM, adalah sama dengan penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal yang dicetak seperti di atas, hanya ditambah dengan penyebutan CD-ROM-nya dalam kurung. Contoh:
Krashen, S., M.Long, dan R. Scarcella. 1997. “Age, Rate and Eventual Attaintment in Second Language Acquisition”. TESOL Quarterly, 13:73-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly Digital, 1997).
f). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Majalah atau Koran
Penulisan rujukan dari artikel dalam majalah atau Koran adalah, dimulai penulisan nama penulis, diikuti oleh tanggal, bulan, dan tahun (jika ada). Judul artikel diapit tanda kutip dan huruf kapital pada setiap awal kata, kecuali kata hubung atau kata tugas. Selanjutnya, nama majalah ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama setiap kata, dan dicetak miring. Nomor halaman disebut pada bagian akhir. Contoh:
Gardner, H. 1981. “Do Babies Sing a Universal Song?” Psychological Today, hlm. 70-76.
g). Sumber Kutipan/Rujukan dari Koran tanpa Penulis
Penulisan sumber kutipan dari Koran tanpa penulis, yakni nama koran ditulis pada bagian awal dicetak miring. Tanggal, bulan, dan tahun ditulis setelah nama koran, kemudian judul ditulis dengan huruf besar-kecil yang diapit tanda kutip dan diikuti dengan nomor halaman. Contoh:
Kompas, 18 Maret 2005. “Rawan Pangan, Tanpa Basis Sumber Daya Lokal”, hlm. 41.
h). Sumber Kutipan/Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh Suatu Penerbit tanpa Penulis dan tanpa Lembaga.
Penulisan Sumber kutipan/rujukan dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga, adalah judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan cetak miring, diikuti oleh tahun penerbitan, kota penerbit, dan nama penerbit. Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
i). Sumber Kutipan/Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut.
Cara penulisan sumber kutipan dari lembaga yang ditulis atas nama lembaga tersebut, adalah dengan ditulis nama lembaga penanggung jawab langsung paling awal, diikuti dengan tahun, judul karangan yang dicetak miring, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut. Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.
j). Sumber Kutipan/Rujukan Berupa Karya Terjemahan.
Penulisan sumber kutipan berupa karya terjemahan, dapat ditulis dengan nama penulis asli paling depan, diikuti tahun penerbitan karya asli, judul terjemahan dicetak miring, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun penerbitan  buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa Tahun. Contoh:
Connel, D.W. dan G.J. Miller. 1990. Kimia dan Entoksikologi Pencemaran. Terjemahan oleh Y. Koestoer. 1995. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ary, D., J.C. Jacobs, dan A. Razaviech. Tanpa tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
k). Sumber Kutipan/Rujukan dari Skripsi, Tesis, atau Disertasi.
Penulisan rujukan dari skripsi, tesis atau disertasi, dapat ditulis dengan nama penulisnya paling depan dan diikuti dengan tahun yang tercantum dalam sampul, judul skrip, tesis atau disertasi diapit tanda kutip diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi. Contoh:
Pitayaningrum, C.W. 2004. “Efek Perebusan 30 Menit dengan Daun Kumis Kucing terhadap Penurunan Kandungan Logam Berat dalam Hati dan Usus Sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang, Semarang”. Skripsi. Semarang: Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.
l). Sumber Kutipan/Rujukan dari makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran, atau Lokakarya.
Cara penulisan sumber kutiapan atau rujukan dari makalah yang disajikan dalam seminar, penataran, atau lokakarya, adalah nama penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun, judul makalah diapit tanda kutip, seterusnya diikuti dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam ….”, nama pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya. Contoh:
Dwiloka, B. 2003. “Metodologi Penelitian, Sebuah Pengantar”. Makalah disajikan dalam lokakarya Metodologi Penelitian bagi Dosen-dosen Senior STIE Surakarta. Surakarta, 13 Juni.
m). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa Karya Individu.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa karya individu, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut tahun, judul karya tersebut diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Abadi, C.J. 2002. “Kumis Kucing”, (Online), (htt”//www. Chang.jaya-abadi.com.jamu-jawa04htm/, diakses 12 Desember 2003).
n). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa artikel dari jurnal, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut tahun, judul artikel, nama jurnal diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Familiy and School: Mothering for Schooling”. Education Policy Analysis Archive, (Online), Vol. 3, No. 1, (http://olam.ed.asu. Edu/e p a a/, diakses 12 Februari 1997).
o). Sumber Kutipan/Rujukan dari internet Berupa Bahan Diskusi.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa bahan diskusi, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat e-mail sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. “Summary of Citing Internet Sites”. NETTRAIN Discussion List, (Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 Nopember 1995).
p). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa e-mail pribadi, yakni nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti secra berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (diapit tanda kutip), nama yang dikirim disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim). Contoh:
Naga, Dali S. (ikip-jk@indo.net.id). 1 Oktober 1997. “Artikel untuk JIP”.  E-mail kepada Ali Saukah (jipsi@mlg.ywcn.or.id).
Demikian beberapa ketentuan atau aturan cara penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustakaan bersama dengan contohnya. Diharapkan dengan mengetahui ketentuan seperti di atas, seorang penulis betul-betul memaparkan tulisan atau hasil karya ilmiahnya dengan penuh tanggung jawab dan berkualitas. Semua sumber kutipan atau rujukan pada umumnya ada kesamaan dalam penulisannya dalam daftar kepustakaan, akan tetapi terkadang secara spesifik ada perbedaan diantara satu sama lain sumber kutipan tersebut dalam penulisannya. 
 
#ambil dari blog siti ramdayani