Rabu, 27 Mei 2015

cara menulis kutipan

PENGERTIAN, JENIS KUTIPAN, DAN CARA MENULIS SUMBER KUTIPAN DALAM TEKS, DAN DALAM DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Pengertian Kutipan
Sebelum lebih jauh membicaran tentang kutipan, perlu kita mengetahui terlebih dahulu apa pengertian atau konsep dari kutipan itu sendiri. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata kutipan bersala dari kata,  kutip, mengutip v1 memungut benda kecil kecil satu demi satu: ~ uang yg berjatuhandi tanah; 2 mengambil perkataan atau kalimat-kalimat dari buku dan sebagainya; memetik karangan dan sebagainya; menukil: ~ pasal pasal penting dari kitab undang-undang; 3 mengumpulkan dari berbagai sumber: ~derma. Kalau  kutipan n pungutan; petikan; nukilan;  pengutip n orang yg mengutip; pemungut dan pengutipan n cara atau perbuatan mengutip.
Dalam pendapat yang lain bahwa kutipan adalah gagasan, ide, pendapat yang diambil dari berbagai sumber. Proses pengambilan gagasan itu disebut mengutip. Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel, laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya
Kutipan adalah pengokohan argumentasi dalam sebuah karangan. Seorang penulis tidak perlu membuang waktu untuk menyelidiki suatu hal yang sudah dibuktikan kebenarannya oleh penulis lain, penulis cukup mengutip karya orang lain tersebut.
 Dengan demikian kutipan memiliki fungsi sebagai:
1. Landasan teori
2. Penguat pendapat penulis
3. Penjelasan suatu uraian
4. Bahan bukti untuk menunjang pendapat itu.
Selain itu lebih jauh kutipan memiliki fungsi tersendiri. Adapun fungsi kutipan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan kualitas ilmih yang lebih tinggi.
2. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
3. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
4. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan.
5. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
6. Meningkatkan estetika penulisan.
7.Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data pustaka.
B. Jenis-Jenis Kutipan
Kutipan dalam penulisan karya ilmiah atau lainnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni kutipan langsung dan kutipan tak langsung.
1. Kutipan langsung 
Kutipan langsung adalah pernyataan yang ditulis dalam susunan aslinya tanpa mendapatkan perubahan sedikitpun. Atau mengutip sesuai dengan sumber aslinya, artinya kalimat-kalimat tidak ada yang diubah. Ba.han yang dikutip mesti direproduksi tepat seperti apa adanya sesuai sumber, tak terkecuali ejaan tanda-tanda baca, dan sebagainya.
kutipan langsung ini diperlukan dengan tujuan untuk mempertahankan keaslian pernyataan itu. Seseorang mungkin membuat pernyataan yang otentik, yang apabila ditulis ke dalam bentuk pernyataan yang lain, terkesan akan kehilangan keotentikannya.
  1. Kutipan kurang dari 40 kata.
Kutipan yang kurang dari 40 kata, maka ditulis diantara tanda kutip (“…”) sebagai bagian yang terpadau dalam teks utama, dan diketik dengan jarak dua spasi. Contoh: Ibu Hernawati (1990: 123) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara guru dengan muridnya dalam kegiatan belajar mengajar.”
  1. Kutipan 40 kata atau lebih
Apabila kutipan aslinya berisi minimal 40 kata, maka ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah dari teks yang mendahuluinya, dan ditulis pada garis baru, sejajar dengan awal alinea baru, atau ditulis 1,2 cm dari garis tepi sebelah kiri dan kanan, dan diketik dengan jarak satu spasi (tunggal). Contoh:
Menurut Mariam Budiardjo (1992:4-5), dalam pemilu yang menggunakan system distrik:
  1. Kutipan yang sebagian dihilangkan
Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam kalimat yang dihilangkan, maka kata-kata yang dibuang, diganti dengan tiga titik. Contoh:
“Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah … diharapkan sudah melaksanakan kurikulum baru.”
2. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali pendapat orang lain dengan kata-katanya atau dalam bahasa sendiri. Yang dikutip hanya pokok-pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dalam sebuah tulisan, selanjutnya diungkapkan dengan bahasa penulis itu sendiri.
           
Kutipan tidak langsung ini paling sedikit dapat dibedakan menjadi dua jenis, atau dua cara dalam mengutipnya. Pertama, dengan melakukan ringkasan, membuat kesimpulan, atau merujuk pokok-pokok pikiran orang lain.Kedua, dengan melakukan paraphrase, yakni pengubahan struktur/susunan pada kalimat aslinya menjadi suatu kalimat yang lain tanpa mengubah makna atau subtansi kalimat/alinea aslinya.
Di samping itu kutipan tidak langsung ini dibedakan menjadi kutipan tidak langsung panjang dan kutipan tidak langsung pendek.
Contoh kutipan tidak langsung panjang.
Bagaimana ujud penalaran ilmiah itu dalam pelaksanaannya? Berikut ini dikemukakan penjelasan Shurter dan pierce.
Penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip/sikap yang berlaku umum atau suatu kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi atau hubungan kausal. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarakan kebenaran gejala khusus yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat sebab, atau akibat-akibat.
Penalaran deduktif adalah penalaran untuk menarik kesimpulan yang bersifat individual/khusus dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum. Penalaran itu mencakup bentuk silogisme, yakni bentuk penalaran deduktif formal untuk menarik kesimpulan dari premis mayor dan premis minor. Kesimpulan di dalam silogisme selalu harus lebih khusus dari premis-premisnya. Bentuk penalaran deduktif lainnya ialah entimem, yaitu bentuk silogisme yang dihilangkan salah satu premisnya.
C. Cara Menulis Sumber Kutipan dalam Teks
Untuk menulis sumber kutipan baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung terutama menulis kutipan dalam teks, ada beberapa cara.
Penulisan sumber kutipan secara umum dengan menggunakan nama akhir dan tahun di antara tanda kurung. Contohnya: Sebagaimana dikemuakan oleh Agam (2009:129) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.” Kemudia apabila terdapat dua pengarang, maka penulisan atau perujukan dilakukan dengan cara menyebut nama akhir kedua penulis tersebut. Contohnya: Sebagaimana diutarakan Sharp dan Green (1996:1) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.” Selanjutnya jika pengarangnya lebih dari dua orang, maka penulisannya adalah dengan menulis nama akhir pengarang pertama dari penulis tersebut, kemudian diikuti dengan dkk (dan kawan-kawan) atau et al. (et alili). Pilih salah satu, yang penting konsisten dalam satu karya ilmiah. Contohnya: Sebagaiman dikemukakan Mc Clelland et al. (1960: 35) bahwa “Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri.”
Dalam penulisan sumber kutipan ini apabila nama penulis tidak disebutkan, maka yang dicantumkan dalam rujukan tersebut adalah nama lembaga yang menerbitkan, atau nama dokumen yang diterbitkan, atau nama koran. Kalau untuk karya terjemahan, penulisan dilakukan dengan cara menyebutkan nama penulis aslinya. Apabila sumber kutipan dua atau lebih yang ditulis oleh penulis yang berbeda, dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya. Contohnya: Beberapa studi tentang anak-
anak yang mengalami kesulitan belajar (Dunkey, 1972; Miggs, 1976; Parmenter, 1976)
            D. Cara Menulis Sumber Kutipan dalam Daftar Kepustakaan
Uraian di atas telah mengupas bagaimana cara menulis atau merujuk sumber kutipan dalam teks sesuai dengan ketentuan atau pedoman penulisan karya ilmiah. Kemudian pada pembahasan berikut ini akan dikemukakan pula bagaimana cara menulis sumber kutipan dalam daftar kepustakaan.
Daftar kepustakaan atau daftar rujukan merupakan daftar yang berisi buku, majalah, makalah, artikel atau bahan lainnya yang dikutip baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan bahan-bahan yang hanya dijadikan bahan bacaan untuk mendukung wawasan penulis dalam menulis karya ilmiah akan tetapi tidak dikutip, maka tidak perlu dicantumkan dalam daftar rujukan atau daftar kepustakaan. Sebaliknya jika bahan bacaan itu dikutip dalam tulisan/teks harus dicantumkan dalam daftar kepustakaan.
Penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustukaan ini ada aturan yang harus diindahkan. Semua rujukan atau sumber kutipan yang akan dicantumkan dalam daftar kepustakaan harus disusun berdasarkan abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkannya. Tidak ada ditulis nomor urut 1,2, 3, dan seterusnya, atau diberi huruf a, b, c, dan seterusnya. Namun apabila nama pengarang dan nama lembaga yang menerbitkan itu tidak ada, maka daftar kepustakaan didasarkan pada judul pustaka tersebut. Prinsipnya, unsur yang mesti dutulis dalam daftar kepustakaan itu secara berturut-turut meliputi: (1) nama penulis yakni dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk subjudul, (4) kota tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Jika penulis atau pengarangnya lebih dari satu orang, cara penulisan namanya sama dengan penulis pertama.
Cara penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustakaan di atas dapat dibedakan beberapa macam, sebagai berikut:
1.                   Sumber kutipan/rujukan dari buku;
2.                  Sumber kutipan/rujukan dari buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya);
3.                   Sumber kutipan/rujukan dalam jurnal;
4.                   Sumber kutipan/rujukan dari artikel dalam jurnal dari CD-ROM;
5.                   Sumber kutipan/rujukan artikel dalam majalah atau Koran;
6.                   Sumber kutipan/rujukan dari Koran tanpa penulis;
7.                  Sumber kutipan/rujukan dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga;
8.                  Sumber kutipan/rujukan dari lembaga yang ditulis atas nama lembaga tersebut;
9.                   Sumber kutipan/rujukan berupa kerya terjemahan;
10.               Sumber kutipan/rujukan dari skripsi, tesis, atau disertasi;
11.              Sumber kutipan/rujukan dari makalah yang disajikan dalam seminar, penataran, atau lokakarya;
12.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa karya individu;
13.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa artikel dari jurnal;
14.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa bahan diskusi;
15.               Sumber kutipan/rujukan dari internet berupa e-mail pribadi.[1]
Ketentuan dan aturan cara penulisan masing-masing sumber kutipan/rujukan di atas bersamaan dengan contohnya akan penulis uraikan di bawah ini, yakni sebagai berikut:
a). Sumber Kutipan/Rujukan dari Buku.
Dalam penulisan sumber kutipan yang diambil dari buku, tahun penerbitan ditulis setelah nama penulis dan diakhiri dengan titik. Judul buku ditulis dengan huruf miring (italic), pada setiap awal kata dengan huruf kapital, kecuali kata sambung. Tempat penerbitan dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:). Contoh:
Hasibuan, M.S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi.Cet. Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Hodgson, E. dan P.E. levi. 1997. A Textbook of Modern Toxicology. (2­­­nd  ed). Singapore:  McGraw-Hill Company Inc.  
Apabila ada beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama pula, penulisan tahun penerbitan diikuti dengan lambang huruf a, b, c, dan seterusnya, yang urutannya ditentukan secara kronologis atau berdasarkan abjad judul buku-bukunya. Contoh:
Cornet, L. dan K. Weeks. 1985a. Career Ladder Plans:Trends and Emerging Issues-1985. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. dan K. Weeks. 1985b. Planning Career Ladder:Lessons from the States. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
b). Sumber Kutipan/Rujukan dari Buku yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada Editornya).
Menulis rujukan dari buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya, hampir sama cara penulisannya dengan menulis rujukan dari buku seperti di atas, hanya ditambah dengan tulisan (Ed.) baik untuk satu ataupun lebih editor, diantara nama penulis dan tahun penerbitan. Contoh:
Letherridge, S. dan C.R. Cannon (Ed.). 1980. Bilingual Education: Teaching English as a Second Languange. New York: Praeger.
Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
c). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel (Ada Editornya.
Penulisan sumber kutipan dari artikel dalam buku kumpulan artikel yang ada editornya, dengan cara nama penulis artikel ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul artikel diapet tanda kutip (“…”) tanpa cetak miring. Nama editor ditulis sebagaimana menulis nama biasa, diberi keterangan (Ed.) baik untuk satu editor ataupun lebih. Judul buku kumpulannya ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya disebutkan dalam kurung. Contoh:
Hasan, M.Z. 1990. “Karakteristik Penelitian Kualitatif”. Dalam Aminuddin (Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm.12-25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
d). Sumber Kutipan/rujukan dari Artikel dalam Jurnal
Penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal, adalah nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun dan judul artikel diapit tanda kutip, dan huruf kapital pada awal setiap kata. Kemudian nama jurnal ditulis dengan miring, dan huruf awal dari setiap katanya dengan huruf kapital kecuali kata tugas atau kata hubung. Bagian akhir berturut-turut ditulis jurnal tahun ke berapa, nomor berapa (dalam kurung), dan nomor halaman dari artikel tersebut. Contoh:
Dwiloka, B. 1999. “Kontroversi Isu Minyak Tropis”. Sain Teks, 6(2): 49-60.
Hanafi, A. 1989. “Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi”. Forum Penelitian, 1(1): 33-47.
e). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM
Cara penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal dari CD-ROM, adalah sama dengan penulisan sumber kutipan dari artikel dalam jurnal yang dicetak seperti di atas, hanya ditambah dengan penyebutan CD-ROM-nya dalam kurung. Contoh:
Krashen, S., M.Long, dan R. Scarcella. 1997. “Age, Rate and Eventual Attaintment in Second Language Acquisition”. TESOL Quarterly, 13:73-82 (CD-ROM: TESOL Quarterly Digital, 1997).
f). Sumber Kutipan/Rujukan dari Artikel dalam Majalah atau Koran
Penulisan rujukan dari artikel dalam majalah atau Koran adalah, dimulai penulisan nama penulis, diikuti oleh tanggal, bulan, dan tahun (jika ada). Judul artikel diapit tanda kutip dan huruf kapital pada setiap awal kata, kecuali kata hubung atau kata tugas. Selanjutnya, nama majalah ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama setiap kata, dan dicetak miring. Nomor halaman disebut pada bagian akhir. Contoh:
Gardner, H. 1981. “Do Babies Sing a Universal Song?” Psychological Today, hlm. 70-76.
g). Sumber Kutipan/Rujukan dari Koran tanpa Penulis
Penulisan sumber kutipan dari Koran tanpa penulis, yakni nama koran ditulis pada bagian awal dicetak miring. Tanggal, bulan, dan tahun ditulis setelah nama koran, kemudian judul ditulis dengan huruf besar-kecil yang diapit tanda kutip dan diikuti dengan nomor halaman. Contoh:
Kompas, 18 Maret 2005. “Rawan Pangan, Tanpa Basis Sumber Daya Lokal”, hlm. 41.
h). Sumber Kutipan/Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh Suatu Penerbit tanpa Penulis dan tanpa Lembaga.
Penulisan Sumber kutipan/rujukan dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa penulis dan tanpa lembaga, adalah judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan cetak miring, diikuti oleh tahun penerbitan, kota penerbit, dan nama penerbit. Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
i). Sumber Kutipan/Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut.
Cara penulisan sumber kutipan dari lembaga yang ditulis atas nama lembaga tersebut, adalah dengan ditulis nama lembaga penanggung jawab langsung paling awal, diikuti dengan tahun, judul karangan yang dicetak miring, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut. Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.
j). Sumber Kutipan/Rujukan Berupa Karya Terjemahan.
Penulisan sumber kutipan berupa karya terjemahan, dapat ditulis dengan nama penulis asli paling depan, diikuti tahun penerbitan karya asli, judul terjemahan dicetak miring, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun penerbitan  buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa Tahun. Contoh:
Connel, D.W. dan G.J. Miller. 1990. Kimia dan Entoksikologi Pencemaran. Terjemahan oleh Y. Koestoer. 1995. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ary, D., J.C. Jacobs, dan A. Razaviech. Tanpa tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.
k). Sumber Kutipan/Rujukan dari Skripsi, Tesis, atau Disertasi.
Penulisan rujukan dari skripsi, tesis atau disertasi, dapat ditulis dengan nama penulisnya paling depan dan diikuti dengan tahun yang tercantum dalam sampul, judul skrip, tesis atau disertasi diapit tanda kutip diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi. Contoh:
Pitayaningrum, C.W. 2004. “Efek Perebusan 30 Menit dengan Daun Kumis Kucing terhadap Penurunan Kandungan Logam Berat dalam Hati dan Usus Sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang, Semarang”. Skripsi. Semarang: Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.
l). Sumber Kutipan/Rujukan dari makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran, atau Lokakarya.
Cara penulisan sumber kutiapan atau rujukan dari makalah yang disajikan dalam seminar, penataran, atau lokakarya, adalah nama penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun, judul makalah diapit tanda kutip, seterusnya diikuti dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam ….”, nama pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya. Contoh:
Dwiloka, B. 2003. “Metodologi Penelitian, Sebuah Pengantar”. Makalah disajikan dalam lokakarya Metodologi Penelitian bagi Dosen-dosen Senior STIE Surakarta. Surakarta, 13 Juni.
m). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa Karya Individu.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa karya individu, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut tahun, judul karya tersebut diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Abadi, C.J. 2002. “Kumis Kucing”, (Online), (htt”//www. Chang.jaya-abadi.com.jamu-jawa04htm/, diakses 12 Desember 2003).
n). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa artikel dari jurnal, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut tahun, judul artikel, nama jurnal diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Griffith, A.I. 1995. “Coordinating Familiy and School: Mothering for Schooling”. Education Policy Analysis Archive, (Online), Vol. 3, No. 1, (http://olam.ed.asu. Edu/e p a a/, diakses 12 Februari 1997).
o). Sumber Kutipan/Rujukan dari internet Berupa Bahan Diskusi.
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa bahan diskusi, nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi diapit tanda kutip dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat e-mail sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, diantara tanda kurung. Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. “Summary of Citing Internet Sites”. NETTRAIN Discussion List, (Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 Nopember 1995).
p). Sumber Kutipan/Rujukan dari Internet Berupa E-mail Pribadi
Penulisan sumber kutipan dari internet berupa e-mail pribadi, yakni nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim), diikuti secra berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik isi bahan (diapit tanda kutip), nama yang dikirim disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim). Contoh:
Naga, Dali S. (ikip-jk@indo.net.id). 1 Oktober 1997. “Artikel untuk JIP”.  E-mail kepada Ali Saukah (jipsi@mlg.ywcn.or.id).
Demikian beberapa ketentuan atau aturan cara penulisan sumber kutipan dalam daftar kepustakaan bersama dengan contohnya. Diharapkan dengan mengetahui ketentuan seperti di atas, seorang penulis betul-betul memaparkan tulisan atau hasil karya ilmiahnya dengan penuh tanggung jawab dan berkualitas. Semua sumber kutipan atau rujukan pada umumnya ada kesamaan dalam penulisannya dalam daftar kepustakaan, akan tetapi terkadang secara spesifik ada perbedaan diantara satu sama lain sumber kutipan tersebut dalam penulisannya. 
 
#ambil dari blog siti ramdayani

mata kuliah wacana materi jenis-jenis wacana

JENIS – JENIS WACANA (NARASI, DESKRIPSI,
ARGUMENTASI, DAN PERSUASI
A. ARTI WACANA
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia wacana adalah : 1) Komunikasi verbal ; percakapan ; 2) Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan ; 3) Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah ; 4) Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis ; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat ; 5) Pertukaran ide secara verbal.
           
Beberapa definisi dan pendapat dari para pakar bahasa mengenai wacana, antara lain oleh J.S. Badudu (2000) mengatakan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis
Dari pengertian, pendapat dan uraian diatas, jelaslah bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatauan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks didalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.
Berdasarkan saluran komunikasinya wacana dapat dibedakan atas ; wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penuturan dan mitra tutur, bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistim ejaan.
Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu antara lain ; wacana narasi, wacana deskripsi, wacana argumentasi dan wacana persuasi
B. URAIAN WACANA NARASI, DESKRIPSI, ARGUMENTASI DAN PERSUASI
1. Wacana Narasi
Wacana Narasi adalah salah satu jenis wacana yang menceritakan / mengisahkan sesuatu peristiwa secara berurutan berdasarkan urutan kejadiannya. Dengan demikian wacana jenis ini tidak bermaksud untuk mempengaruhi seseorang melainkan hanya menceritakan sesuatu kejadian yang telah disaksikan, dialamin dan didengar oleh pengarang (penulisnya). Narasi dapat bersifat fakta atau fiksi (cerita rekaan). Narasi yang bersifat fakta, antara lain biografi dan autobiografi, sedangkan yang berupa fiksi diantaranya cerpen dan novel.
Contoh wacana narasi :
Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul 11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apbila dicermati, paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut : bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian  peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik” dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.
2. WACANA DESKRIPSI
Wacana deskripsi adalah wacana yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Wacana deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca atau merasakan hal yang dideskripsikan. Oleh sebab itu deskripsi yang baik adalah deskripsi yang dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang panca indra. Contoh : seperti keadaan banjir, suasana dipasar dan sebagainya.
Sebagaimana menulis wacana-wacana lain dalam menulis wacana deskripsi ada langkah-langkahnya, yaitu :
1.      Menentukan topik karangan deskripsi.
2.      Merumuskan tujuan mengarang desskripsi.
3.      Mencari, mengumpulkan ataupun memilih bahan.
4.      Membuat kerangka karangan.
5.      Mengembangkan karangan.
3. WACANA ARGUMENTASI
   Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi pembaca agar dapat menerima ide, pendapat, atau pernyataan yang dikemukakan penulisnya. Untuk memperkuat ide atau pendapatnya, penulis wacana argumentasi menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan penulis.
   Dalam wacana argumentasi, biasanya ditemukan beberapa ciri yang mudah dikenal. Cirri-ciri tersebut misalnya :
1.      Ada pernyataan, ide, atau pendapat yang dikemukakan penulisnya
2.      Ada alasan, data, atau fakta yang mendukung
3.      Pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disampaikan.
Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana atau paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi, penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan. Pada akhir paragraf atau karangan perlu disajikan kesimpulan. Contoh kutipan :
Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna. Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendaknya. Larinya cepat bagaikan kijang. Lawan sukar mengambil bola dari kakinya. Operan bolanya tepat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola jempolan. 
Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan argumentasi ini, antara lain :
1.      Melontarkan pandangan / pendirian
2.      Mendorong atau mencegah
3.      Mengubah tingkah laku pembaca
4.      Menarik simpati
Contoh : laporan penelitian ilmiah, karya tulis dsb.
4. WACANA PERSUASI
Wacana persuasi merupakan wacana yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Oleh karena itu biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.
Contoh :
1.      Propaganda kelompok / golongan, kampanye
2.      Iklan dalam media massa
3.      Selebaran, dsb

Selasa, 19 Mei 2015

mata kuliah wacana materi implikatur dan praanggapan

Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan batasan tentang implikasi pragmatic, implikatur percakapan itu adalah proposisi atau “pernyataan” implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (Grice 1975:43, Gadzar 1979:38 dalam Rustono 1999:82). Implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa sebuah ujaran nyang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu (Gunarwan 1994:52 dalam Rustono 1999:82).
Didalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak (Rahardi 2003 :85)Pembahasan tentang implikatur mencakupi pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. Di dalam teorinya itu, ia membedakan tiga jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional, dan praanggapan. Selanjutnya implikatur nonkonvensional dikenal dengan nama implikatur percakapan. Selain ketiga macam implikatur itu, ia pun membedakan dua macam implikatur percakapan, yaitu implikatur pecakapan khusus dan implikatur percakapan umum. (Grice 1975:43-45 dalam Rustono 1999:83)
(1)   Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperolah langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional. Contoh:
a.       Lia orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos.
b.      Poltak orang Batak, jadi raut mukanya terkesan galak.
      Implikasi tuturan (a) adalah bahwa bicara ceplas-ceplos Lia merupakan konsekuensi karena ia orang Tegal. Jika Lia bukan orang Tegal, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa bicara ceplas-ceplos Lia karena ia orang Tegal. Implikasi tuturan (b) adalah bahwa raut muka galak Poltak merupakan konsekuensi karena ia orang Batak. Jika Poltak bukan orang Batak, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa raut muka galak Poltak karena ia orang Batak.
(2)   Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang tersirat di dalam suatu percakapan.  Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan. Berikut ini merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang mengandung suatu implikasi percakapan.
A: ”HP mu baru ya? Mengapa tidak membeli N70 aja?”
B : ”Ah, harganya terlalu mahal.”
Implikatur percakapan tuturan itu adalah bahwa HP yang dibeli A murah sedangkan HP N70 harganya lebih mahal daripada HP yang dibeli A.
Dua dikotomi implikatur percakapan selanjutnya adalah implikatur percakapan umum dan implikasi percakapan khusus. (Grice 1975:45, Levinson 1983:131)
A.    Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Tuturan (1) hanya berimplikasi (2) jika berada di dalam konteks khusus seperti pada percakapan (3) berikut ini.
(1)   Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang.
(2)   (Ibu belum pulang dari pasar).
(1)   A: Mengapa Ibu belum pulang?
B: Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang.
B.     Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus. Implikatur (1) sebagai akibat adanya tuturan (2) merupakan implikatur percakapan umum.
(1)   Saya menemukan uang.
(2)   (Uang itu bukan milik saya)

PRAANGGAPAN DAN PERIKUTAN
Sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang di praanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali (Rahardi 2003: 83-84). Meskipun di dalam batasan tentang pragmatik yang dikemukakan Levinson (1983:9) hanya disebut dan lazim dibicarakan di dalam bidang semantik (Lyons 1978:592), - oleh karena keterkaitannya dengan ikhwal implikatur – istilah praanggapan (presupposition) dan perikutan (entailment) juga biasa dibahas di dalam kajian pragmatik. Konsep tentang perikutan berdekatan dengan konsep tentang praanggapan dan implikatur (Rustono 1999 : 105). Praanggapan atau presuposisi adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Stalnaker 1978:321).
Praanggapan berupa andaian penutur bahwa mitra tutur dapat mengenal pasti orang atau benda yang diperkatakan (Palmer, 1989:181; Stubbs, 1983:214, lyons, 1978:592, Austin, 1962:51 dalam Rustono 1999:105). Pendapat-pendapat diatas mengakui adanya kesamaan pemahaman antara penutur dan mitra tuturnya tentyang suatu hal yang manjadi pangkal tolak komunikasi penutur. Dan dengan itu, komunikasi antarpeserta tutur dapat berjalan tanpa hambatan. Sebuah tuturan dapat mempraanggapkan tuturan yang lain. Sebuah tuturan dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain jika ketidakberatan tuturan kedua atau yang dipraanggapan mengakibatkan tuturan yang pertama atau mempraanggapkan tidak dapat dikatakan benar atau salah (Palmer 1989:181, Austin 1962:50, lyons 1978:596). Misalnya tuturan berikut ini:
A.  Ade makan nasi goreng.
B.  Hanik membaca tabloid Teen.
C.  Istri kepala desa itu sangat cantik
Tuturan yang dipraanggapan oleh tuturan A, B, C masing-masing adalah tuturan D, E, dan F berikut ini:
:           E. (Ada nasi goreng)
            F. (Ada tabloid Teen)
            G. (Ada istri)
Pemahaman tentang praanggapan oleh mitra tutur karena adanya tuturan yang mempraanggapkan. Tuturan yang mempraanggapkan itu dinyatakan (asserted) oleh penutur. Tuturan yang dipraanggapkan (presupposed) itulah yang dinamakan praanggapan.
Menurt Kaswanti Purwo (1990:19) ikhwal praanggapan ini dapat pula digunakan untuk menggali perbedaan ciri semantik verba.  Verba jongkok dan duduk merupakan dua verba yang memiliki perbedaan ciri semantik. Perbedaan ciri semantik kedua verba itu terlihat dari dapat tidaknya tuturan (A) sebagai praanggapan dari tuturan (B) dan (C) berikut ini.
A.  Aku jongkok setelah berdiri lama.
B.  Aku duduk setelah berdiri lama
C.  ( sudah capek berdiri.)
Perikutan adalah “implikasi” logis dari sebuah tuturan (Gunarwan 1994:52 dalam Rustono 1999:108). Perikutan tidak lain merupakan bagian atau konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan (Wijana 1996:39-40 dalam Rustono 1999:108). Tuturan (A) berikut ini mengandung “implikasi” logis (B).
A.    Ibu sedang memasak.
B.     (Ibu bergerak.)
Verba memasak merupakan implikasi logis dari memasak. Hal itu terjadi karena tidak ada aktivitas memasak tanpa bergerak.
Sebagai konsekuensi mutlak, perikutan merupakan sesuatu yang bersifat logis. Tuturan (a) yang memprerikutan tuturan (b) sejalan dengan karakteristik perikutan itu.
(a)    Sekarang Ani kelas tiga SMP
(b)   (Ani pernah SD)
Perikrutan (c) juga merupakan konsekuensi logis dari tuturan (d). Dan karena itu, tuturan (d) tidaklah merupakan tuturan yang berterima.
(c)    Hani kelas tiga SMP
(d)   (Hani sudah lulus SD.)
(e)    ”Walaupun Hani sudah kelas tiga SMP, ia belum pernah SD”.
Dari deskripsi itu, dapatlah dinyatakan bahwa keseluruhan isi tuturan dapat mengandung apa yang dimaksud, apa yang dikatakan, dan apa yang diimplikasi. Praanggapan, implikatur, dan perikutan merupakan tiga istilah dengan konsep yang saling berdekatan. Implikatur atau lengkapnya percakapan adalah proposisi yang tidak merupakan bagian dari sebuah tuturan di dalam suatu percakapan dan tidak pula merupakan konsekuensi yang harus ada dari sebuah tuturan percakapan. Praanggapan merupakan pengetahuan bersama antara mitra tutur dan penutur yang tidak dituturkan dan merupakan prasyarat yang memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar. Perikutan atau entailment adalah “implikasi” logis dari sebuah tuturan atau konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan.

mata kuliah wacana materi lokusi, ilokusi dan perlokusi

1.    Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang berhubungan dengan mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Tuhan.
b.Jari tangan manusia jumlahnya sepuluh.
c.Ikan paus adalah hewan yang menyusui.
d.Indonesia memiliki beragam budaya.
e.Kendari adalah ibu kota Sulawesi Tenggara.
2.    Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berkaitan dengan perbuatan dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.Sudah satu minggu lantai ruangan ini tidak disapu. (menyuruh untuk menyapu)
b.Ada binatang buas. (mengingatkan untuk berhati-hati)
c.Kukumu sudah panjang. (menyuruh untuk dipotong)
d.Bagus sekali kalau kamar ini dibersihkan. (menyuruh untuk membersihkan)
e.Ada anjing gila. (menyuruh untuk berhati-hati)
3.    Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang menimbulkan efek atau akibat karena adanya suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.    Dialog 1
A: Kegiatan lomba baca puisi akan dilaksanakan besok. Kamu   sudah mengetahuinyakan?
B: Iya, saya sudah diberitahu tadi.
A: Kamu bisa tidak, besok datang lebih pagi?
B: Rumah saya jauh. (ilokusi)
A: O, baiklah. Kamu datang sesuai jadwal biasanya saja. (perlokusi)
    Keterangan:
    “,Baiklah. Kamu datang sesuai jadwal biasanya saja.” Kalimat tersebut merupakan kalimat perlokusi atau efek dari ilokusi  “Rumah saya jauh.” Tokoh A memaklumi alasan tokoh B ysng tidak dapat hadir atau datang lebih pagi sebab rumahnya jauh.  Oleh karena itu, tokoh A memakluminya dengan menyuruh tokoh B untuk datang sesuai jadwal biasanya saja.
b.    Dialog 2
A: Kemarin adalah lang tahun saya. Kamu tidak lupa kan?
B: Iya, saya ingat kok.
A: Tetapi, mengapa kamu tidak datang ke rumahku kemarin?
B: Kemarin saya sangat sibuk. (ilokusi)
A: Tak apalah, saya mengerti. Setidaknya kau telah menginganya.(perlokusi)
    Keterangan:
    “Tak apalah, saya mengerti. Setidaknya kamu mengingatnya.” Kalimat ini merupakan kalimat perlokusi dari kalimat ilokusi “Kemarin saya sangat sibuk.” Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak datang ke rumah tokoh A yang disebabkan tokoh B sangat sibuk kemarin. Kalimat tersebutlah yang merupakan contoh perlokusi yaitu tindakan yang secara langsung dipahami oleh salah satu pembicara.
c.    Pencopet! Pencopet!
Keterangan:
Akibat adanya teriakan pencopet, orang-orang berlari mengejar seseorang yang dituduh pencopet. (perlokusi)
d.    “Kamarmu kotor sekali ya?” kata seorang ibu pada anaknya.
Keterangan:
Anak yang menjadi lawan bicara langsung mengambil sapu dan membersihkan kamarnya. Tindakan yang dilakukan anak ini merupakan perlokusi.
e.    Dialog 3
A: Bisakah kamu menemaniku ke pasar?
B: Saya sangat sibuk.(ilokusi)
A: Baiklah, biar saya ke pasar sendiri. (perlokusi)
    Keterangan:
    Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak dapat menemaninya ke pasar.


1.Tuturan Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi  Cerpen Kejora
Tindak bertutur lokusioner atau dalam istilah bahasa Inggrisnya dinamakan locutioner speech act, merupakan tuturan yang makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu yang terdapat didalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu mengacu persis dengan kaidah sintaksisnya. Seperti contoh yang terdapat didalam penggalan wacana cerpen “Kejora”:KONTEKS: TERDORONG OLEH RASA PENASARANNYA, VINKA MENGAJAK LUNA TEMANNYA UNTUK MENGHAMPIRI KEJORA DIRUMAHNYA“Kejora? Apa kabar? Masih ingat Kakak?” sapa Vinka. Kejora hanya eliriknya.kemudian tersungging sedikit senyum di wajah lugunya. Ia tampak manis.
“Udah siang nih! Vin, lu masih mau foto-foto bareng penduduk ya?” Keluh dara yang sudah mengeluarkan keringat.Tuturan dara diatas merupakan tuturan lokusioner karena tuturan: “Udah siang nih! Vin” memang mengacu pada suasana yang mengacu kepada makna udara yang hangat sekali dimana matahari sudah berada tepat di tengah-tengah kepala. Hal ini didukung oleh Dara yan ternyata sudah mengeluarkan keringat. Tuturan ini bukan dimaksudkan untuk meminta kipas angin dijalankan atau jendela dibuka. Dengan kondisi tanpa mengkaitkan maksud tertentu, tuturan Udah siang nih! Vin” merupakan tuturan lokusioner. Tindak bertutur illokusioner (illocutioner speech act) bertumpu pada jenis tuturan yang mempunyai maksud, fungsi atau daya tuturan tertentu seperti yang tertera pada hal yang mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterimakasih, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, berjanji, mendesak, dsb.
KONTEKS: KEJORA LANGSUNG LARI MASUK KEDALAM. VINKA KEBINGUNGAN. APA ADA YANG SALAH DENGAN PERTANYAANNYA YANG BERMAKSUD UNTUK BERTEMU DENGAN IBUNYA. TAKLAMA KEJORA KELUAR DENGAN MENGGANDENG IBUNYA.
“Aduh….Jora? Emak teh jangan ditarik-tarik? Kunaon atuh? Eh, aya eneng-eneng geulis?”
“Maaf, Bu. Kami mengganggu. Saya ingin ngobrol-ngobrol tentang Kejora,” Vinka memulai pembicaraan.
Tuturan Ibu didalam penggalan wacana cerpen itu termasuk kedalam tuturan ilokusioner. Alasannya bahwa tuturan Ibu itu tidak merupakan hasil bertutur saja tetapi dalam tuturan itu tersirat suatu maksud. Karena, pada mulanya sang Ibu tidak mengetahui akan kedatangan Vinka dan teman-temanya, maksud yang dikandung dari tuturannya itu adalah bertanya ada apa gerangan hingga Kejora menarik-narik dirinya. Denagn demikian, tuturan Ibu, “Aduh….Jora? Emak teh jangan ditarik-tarik? Kunaon atuh? Eh, aya eneng-eneng geulis?” mengandung maksud tertentu sekaligus menandai tindakan ilokusioner.Sedangkan tindak bertutur jenis ketiga yaitu perlokusioner sering membawa pangaruh atau pengaruh yang dihasilkan dengan menuturkan sesuatu yang membuat mitra tuturnya menjadi takut, lega, kawatir, sedih, gembira, dsb. Didalam penggalan wacana cerpen “Kejora” berikut ini terkandung tuturan perlosioner.
KONTEKS: VINKA MENGHEMBUSKAN NAFASNYA. IA MENATAP GADIS KECIL YANG SEDARI TADI MASIH MENENGADAHKAN KEPALANYA KEATAS. KEMUDIA VINKA JUGA MELIHAT KEATAS KARENA INGIN TAHU APA YANG GADIS KECIL ITU LIHAT. TAK LAMA VINKAN TERSENYUM MENGERTI.
“Adik suka bintang, ya?” Tanya Vinka. Gadis itu tersenyum sambil mengangguk. “Kakak juga suka. Oh ya nama kakak Vinka. Adik siapa?Gadis itu tersenyum manis. Dengan semangat, ia menunjuk kearah bintang-bintang dilangit.Ekspresi Vinka dalam penggalan wacana cerpen “Kejora” tersebut merupakan tuturan perlokusioner. Alasannya adalah bahwa tuturan itu digunakan untuk mengetahui apakah Kejora menyukai bintang? Dan ternyata membawa dampak psikologis pada Kejora, mitra tuturnya, yang merasa bahagia akhirnya Vinka mengerti apa yang sedang ia lakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya senyuman Kejora yang diiringi dengan anggukkannya. Senyuman Kejora merupakan efek yang menandai keperlokusioneran tuturan Vinka.
2.Tuturan , Direktif, Expresif, Komisif Representatif atau biasa disebut dengan istilah asertif berupa tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran tuturannya. Hal ini terdapat pada ujaran yang menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi, dsb.KONTEKS: SETELAH AKHIRNYA VINKA PAHAM MAKSUD APA YANG SEBENARNYA DILIHAT KEJORA DENGAN TANPA BERHENTI MEMADANG LANGIT DI MALAM HARI. DENGAN SEMANGAT KEJORA MENUNJUK KEARAH BINTANG-BINTANG DI LANGIT.
“Bintang? Nama adik, Bintang?” lanjut Vinka lagi. Tetapi gadis itu menggeleng sambil terus menunjuk kearah bintang. “Aduh…maaf, Dik. Kakak nggak ngerti.” Vinka bingung. Gadis itu terus menunjuk-nunjuk ke atas.“Kejora! Ayo pulang!” seorang laki-laki berusia belasan tiba-tiba menghampiri gadis kecil itu. Mungkin kakaknya.
“Maaf, Kak. Kejora bisu.” Sapa si Kakak sambil menarik tangan Kejora tetapi Kejora melawan.
Tuturan Kakak pada penggagalan cerpen “Kejora” , “Maaf, Kak. Kejora bisu.” merupakan tuturan representatif. Hal itu terjadi karena tuturan itu mengikat Kakak sebagai pelaku penuturnya akan kebenaran tuturannya itu. Dari konteks tuturan diketahui, bahwa memang adik Kakak itu memang tidak bisa berbicara. Dengan keadaan seperti itu, tuturan Kakak itu ada benarnya. Walaupun Vinka mencoba untuk selalu menebak apa yang sedang Kejora lihat dengan seribu pertanyaanpun, dia tetap akan diam tak bergeming tidak memberi satupun jawaban. Atas dasar itu, maka tuturan Kakak tersebut merupakan tuturan representatif atau tuturan asertif.
2.1 Tindak tutur direktif atau impositif bertumpu pada tuturan yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan didalam tuturan tersebut, contohnya seperti tertera pada hal yang: memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, menantang, dsb. Penggalan wacana cerpen “Kejora” dibawah ini tergolong kedalam jenis tuturan impositif atau direktif.
KONTEKS: DARA MELEDEK VINKA DENGAN MENEPUK BAHU VINKA KETIKA DIA SEDANG MAKAN. IA TERBATUK-BATUK KARENA TERSENDAK ROTI YANG DARI TADI DIKUNYAHNYA. LALU IA BERLARIAN KESANA KEMARI. MEMBUKA ISI KULKAS MENCARI AIR MINERAL, KEMUDIAN MENENGGUKNYA
“Makanya! Jangan makan sambil bengong!” ledek Dara. Vinka manyun. Witri, Maya dan Luna hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka.
“Udah, udah! Abis makan pada mandi ya! Ntar kita jalan-jalan ke kampong sini. Sekalian olah raga,” usul Luna.
“Iya! May, kameranya jangan lupa nanti dibawa. Siapa tahu aja ada momen cantik,” tambah Witri.
Hal itu terjadi karena memang tuturan ti dimaksudkan penuturnya, Luna, agar mitra tuturnya, Dara, Vinka, Witri dan Maya yang ada pada konteks tuturan diatas agar mereka mandi setelah menyelesaikan makanan mereka. Indikator bahwa tuturan itu direktif adanya suatu tindakan oleh mereka setelah mendengar tuturan itu. Minimalnya dengan mengucakan kata ya pada tituran selanjutnya. Tuturan, “Udah, udah! Abis makan pada mandi ya!” menandai kedirektifan tuturan Luna.
2.2 Tuturan expresif atau evaluatif merupakan tuturan yang diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat dan menyanjung adalah contoh-contoh dari jenis tuturan evaluatif. Berikut merupakn penggalan cerpen “Kejora” yang mengandung tuturan expresif.
KONTEKS: WITRI, MAYA DAN LUNA HANYA BISA TERTAWA MELIHAT TINGKAH DARA DAN VINKA. KEMUDIAN LUNA MENGUSULKAN UNTUK JALAN-JALAN KE KAMPUNG YANG MEREKA TEMPATI SETELAH SEMUA SAHABATNYA ITU MANDI
“Iya! May, kameranya jangan lupa nanti dibawa. Siapa tahu aja ada momen cantik,” tambah Witri.
“Apalagi momen cantiknya itu foto-foto sama orang yang cantik kayak aku, he..he..” ujar Vinka pede, disusul dengan teriakan ’huu…’ kompak keempat temannya.
Tuturan Vinka pada penggalan wacana itu, “Apalagi momen cantiknya itu foto-foto sama orang yang cantik kayak aku, he..he..” termasuk kedalam tuturan ekspresif yang menyanjung dirinya sendiri. Termasuk tindak tutur expresif tuturan itu karena tuturan itu dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkannya, yaitu menambahkan cantiknya momen yang akan diambil gambarnya dengan adanya dirinya yang cantik. Isi tuturan itu berupa sanjungan karena itu tindakan yang memproduksinya termasuk tindakan ekspresi menyanjung meskipun ditujukkan pada diri sendiri.
2.3 Tuturan komisif adalah tuturan yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan dalam tuturannya. Area ini mencakup tindakan yang: berjanji atau bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul, dsb. Tuturan Ibu dalam penggalan wacana cerpen “Kejora” adalah tuturan komisif.
KONTEKS: VINKA JADI TAKUT SETELAH MENDENGAR UCAPAN IBU APAKAH KEJORA BIKIN MASALAH SAMA DIA DAN TEMAN-TEMAN DENGAN VOLUME SUARA YANG MAKIN MENGERAS
“Nggak, Bu. Saya Cuma mau tahu, apa Kejora…”
“Sudah! Saya teh tidak suka ada yang mendekati kejora! Apalagi eneng-eneng seperti kalian!Saya nggak mau kalian merusak anak saya!” bentak Ibunya memotong kalimat Vinka
3.Analisis Maksim Kualitas Cerpen Kejora
I. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Suatu tindak tutur biasa terjadi dalam sebuah ujaran yang diucapkan oleh penutur dengan mitra tuturnya. Adanya maksud yang tersirat didalamnya tergantung pada siapa yang mengucapkannya, bagaimana isi pengucapannnya, ditempat mana dan lain sebagainya. Cara pendekatan seperti itu tidak terlepas dari konteks yang menyertainya. Dengan mengacu pada pendapat Leech, Rustono (1999:34) mengklasifikasikan aspek situasi tutur untuk tindak tutur yang meliputi: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Berbicara mengenai konteks tentunya tidak bisa dilepaskan dari cabang bahasa yang lebih mengidentifikasi untuk apa tuturan itu digunakan bukan apa makna yang tertera dalam tuturan itu, yaitu pragmatik.
Ciri kajian pragmatik pastilah melandaskan pada analisis suatu tindak tutur yang terbagi kedalam empat kategori yang bisa dirinci lagi kedalam beberapa bagian. Pertama, Austin (Rustono 1999:34) mengklasifikasikan tuturan deklaratif menjadi dua, yaitu Konstantif dan Performatif. Selanjutnya, ia juga menggolongkan tiga tindak tutur yang berupa: Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi (Rustono 1999:36). Beberapa tahun kemudian, Searle mencetuskan lima jenis tindak tutur, masing-masing adalah: Representatif, Direktif, Expresif, Komisif, dan Isbati. Isbati sengaja dipilih untuk menghilangkan kerancuan istilah tentang jenis kalimat yang deklaratif. Kemudian juga ada pengkelompokkan tindak tutur menjadi tuturan Langsung, Tidak Langsung, Harfiah, dan Tidak Harfiah. Sejurus kemudian , Freser berpendapat bahwa ada dua jenis tindak tutur lagi berdasarkan pendekatan kelayakan pelakunya yaitu Vernakuler dan Seremonial (Rustono 1999:46-47).
II. Analisis Tindak Tutur Cerpen “Kejora
Tuturan-tuturan yang akan dianalisis lebih lanjut adalah cerita pendek yang bisa disebut dengan cerpen. Cerpen ini mengambil judul “Kejora” yang diterbitkan pada majalah remaja muslim Annida No. 8 / XVI / 15 April-15 Mei 2007. Kejora lebih bercerita tentang pengalaman salah satu orang dan keempat sahabatnya yang sedang berlibur, yang mengalami kejadian berantai yang diakibatkan oleh salah satu kisah tragis dari anak penduduk desa yang mereka tempati.
Tuturan –tuturan tersebut akan dilihat dari sudut pandang jenis-jenisnya seperti konstantif dan performatif, tuturan llokusi, ilokusi dan perlokusi, tuturan representatif, direktif, expresif, komisif, dan isbati dan jenis tindak bertutur langsung, tidak langsung, dan takharfiah. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing lima jenis tindak tutur beserta analisisnya:
A. Tuturan Konstantif dan Performatif
Tuturan Konstatif merupakan tuturan yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji dengan benar atau salah. Tuturan ini terdapat pada kalimat yang bermodus deklaratif dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia sebagai bahan acuan untuk dapat menguji kebenarannya.
Tuturan berikut ini adalah tuturan konstatif didalam cerita pendek “kejora”.
KONTEKS: KETIKA VINKA MULAI MEMBICARAKAN TENTANG KEJORA DENGAN IBUNYA, IBUNYA LANGSUNG DIAM DENGAN TAMPANG CURIGA, MENATAP VINKA DARI ATAS HINGGA BAWAH. VINKA JADI SERBA SALAH. LALU MENATAPI MAYA, DARA, WITRI DAN LUNA SAHABAT PERKULIAHANYA BERGANTIAN.
“Kalian teh wartawan, ya?” Tanya ibu Kejora, tampak tidak suka.
“Bukan, bu. Kami bukan wartawan. Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini. Kebetulan saya semalam bertemu dengan Kejora didepan bungalow yang kami tempati”, jelas Vinka.
Kekonstatifan tuturan tokoh Vinka, mitra tutur Ibu, didalam penggalan wacana cerpen “Kejora” itu dapat dibuktikan dengan cara menguji benar salahnya isi tuturan tersebut. Pengujian itu dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: “Benarkah tokoh Vinka dan teman-temanya itu mahasiswa? Benarkah tokoh Vinka dan teman-temanya itu bukan wartawan?” Jawaban pertanyan itu dapat ditemukkan pada peristiwa tutur yang mendukung tuturan itu. Dari konteks tutur wacana cerpen itu bahwa tokoh Vinka selaku penutur tuturan itu adalah bersahabat dengan Maya, Dara, Witri, dan Luna yang notabene merupakan teman perkuliahan Vinka yang datang bersamaan dengan Vinka untuk menemui Ibu Kejora dirumahnya. Diperkuat lagi dengan tuturan yang dikatakan oleh Vinka sendiri yang menyebutkan: “Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini”. Dengan demikian, tuturan, “Bukan, bu. Kami bukan wartawan. Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini. Kebetulan saya semalam bertemu dengan Kejora didepan bungalow yang kami tempati” dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu, tuturan itu merupakan tuturan konstantif.
Dilain sisi, kalimat yang berjenis deklaratif bisa berbentuk perfomatif dimana pengutaran tuturannya digunakan untuk melakukan sesuatu dengan membuat tuturan itu sendiri. Seperti yang terdapat pada tuturan dari penggalan wacana cerpen “Kejora”:
KONTEKS: SAMBIL MENGATAKAN BAHWA KEJORA BISU, KAKAKNYA MENARIK TANGAN KEJORA. TETAPI KEJORA MELAWAN.
“Dik, biar aja Kejora main sebentar. Tampaknya ia belum mau pulang”, Vinka mencoba membujuk Kakaknya.
“Kakak nggak usah sok tahu! Saya ini kakaknya! Saya yang tahu Kejora seperti apa! Dia bisa membahayakan orang! Apalagi permpuan seperti kakak!” jelas sang Kakak.
“Ayo, Jora! Pulang! Kamu mau dimarahi Umi?” Kakaknya kembali menarik tangan Kejora yang kesakitan. Tuturan sang Kakak dalam penggalan wacana cerpen tersebut merupakan tuturan performatif. Alasannya adalah bahwa tuturan itu digunakan untuk melakukan sesuatu, yaitu mengancam. Tindak tutur melakukan kegiatan mengancam itu menanadai keperfomatifan tuturan. Pengujian terhadap tuturan perfomatif bukanlah didasarkan pada benar atau salah seperti pada tuturan konstantif melainkan dengan pengujian atas sahih tidaknya tuturan itu. Dari kebiasaan berkomunikasi dengan bahasa yang wajar, ternyata dapat dikatakan bahwa tuturan itu sahih. Maksudnya, ancaman sang Kakak terhadap adiknya Kejora itu wajar dilakukan sang Kakak untuk menghindarkan kemungkinan yang lebih buruk yang bisa menimpa Vinka. Jadi, tuturan Kakak, “Ayo, Jora! Pulang! Kamu mau dimarahi Umi?” merupakan tindakan bertutur yabg sahih. Oeh kesahihannya itulah, tuturan Kakak tergolong tuturan perfomatif.