Selasa, 19 Mei 2015

mata kuliah wacana materi lokusi, ilokusi dan perlokusi

1.    Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang berhubungan dengan mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Tuhan.
b.Jari tangan manusia jumlahnya sepuluh.
c.Ikan paus adalah hewan yang menyusui.
d.Indonesia memiliki beragam budaya.
e.Kendari adalah ibu kota Sulawesi Tenggara.
2.    Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berkaitan dengan perbuatan dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.Sudah satu minggu lantai ruangan ini tidak disapu. (menyuruh untuk menyapu)
b.Ada binatang buas. (mengingatkan untuk berhati-hati)
c.Kukumu sudah panjang. (menyuruh untuk dipotong)
d.Bagus sekali kalau kamar ini dibersihkan. (menyuruh untuk membersihkan)
e.Ada anjing gila. (menyuruh untuk berhati-hati)
3.    Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang menimbulkan efek atau akibat karena adanya suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Contohnya, yaitu:
a.    Dialog 1
A: Kegiatan lomba baca puisi akan dilaksanakan besok. Kamu   sudah mengetahuinyakan?
B: Iya, saya sudah diberitahu tadi.
A: Kamu bisa tidak, besok datang lebih pagi?
B: Rumah saya jauh. (ilokusi)
A: O, baiklah. Kamu datang sesuai jadwal biasanya saja. (perlokusi)
    Keterangan:
    “,Baiklah. Kamu datang sesuai jadwal biasanya saja.” Kalimat tersebut merupakan kalimat perlokusi atau efek dari ilokusi  “Rumah saya jauh.” Tokoh A memaklumi alasan tokoh B ysng tidak dapat hadir atau datang lebih pagi sebab rumahnya jauh.  Oleh karena itu, tokoh A memakluminya dengan menyuruh tokoh B untuk datang sesuai jadwal biasanya saja.
b.    Dialog 2
A: Kemarin adalah lang tahun saya. Kamu tidak lupa kan?
B: Iya, saya ingat kok.
A: Tetapi, mengapa kamu tidak datang ke rumahku kemarin?
B: Kemarin saya sangat sibuk. (ilokusi)
A: Tak apalah, saya mengerti. Setidaknya kau telah menginganya.(perlokusi)
    Keterangan:
    “Tak apalah, saya mengerti. Setidaknya kamu mengingatnya.” Kalimat ini merupakan kalimat perlokusi dari kalimat ilokusi “Kemarin saya sangat sibuk.” Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak datang ke rumah tokoh A yang disebabkan tokoh B sangat sibuk kemarin. Kalimat tersebutlah yang merupakan contoh perlokusi yaitu tindakan yang secara langsung dipahami oleh salah satu pembicara.
c.    Pencopet! Pencopet!
Keterangan:
Akibat adanya teriakan pencopet, orang-orang berlari mengejar seseorang yang dituduh pencopet. (perlokusi)
d.    “Kamarmu kotor sekali ya?” kata seorang ibu pada anaknya.
Keterangan:
Anak yang menjadi lawan bicara langsung mengambil sapu dan membersihkan kamarnya. Tindakan yang dilakukan anak ini merupakan perlokusi.
e.    Dialog 3
A: Bisakah kamu menemaniku ke pasar?
B: Saya sangat sibuk.(ilokusi)
A: Baiklah, biar saya ke pasar sendiri. (perlokusi)
    Keterangan:
    Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak dapat menemaninya ke pasar.


1.Tuturan Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi  Cerpen Kejora
Tindak bertutur lokusioner atau dalam istilah bahasa Inggrisnya dinamakan locutioner speech act, merupakan tuturan yang makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu yang terdapat didalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu mengacu persis dengan kaidah sintaksisnya. Seperti contoh yang terdapat didalam penggalan wacana cerpen “Kejora”:KONTEKS: TERDORONG OLEH RASA PENASARANNYA, VINKA MENGAJAK LUNA TEMANNYA UNTUK MENGHAMPIRI KEJORA DIRUMAHNYA“Kejora? Apa kabar? Masih ingat Kakak?” sapa Vinka. Kejora hanya eliriknya.kemudian tersungging sedikit senyum di wajah lugunya. Ia tampak manis.
“Udah siang nih! Vin, lu masih mau foto-foto bareng penduduk ya?” Keluh dara yang sudah mengeluarkan keringat.Tuturan dara diatas merupakan tuturan lokusioner karena tuturan: “Udah siang nih! Vin” memang mengacu pada suasana yang mengacu kepada makna udara yang hangat sekali dimana matahari sudah berada tepat di tengah-tengah kepala. Hal ini didukung oleh Dara yan ternyata sudah mengeluarkan keringat. Tuturan ini bukan dimaksudkan untuk meminta kipas angin dijalankan atau jendela dibuka. Dengan kondisi tanpa mengkaitkan maksud tertentu, tuturan Udah siang nih! Vin” merupakan tuturan lokusioner. Tindak bertutur illokusioner (illocutioner speech act) bertumpu pada jenis tuturan yang mempunyai maksud, fungsi atau daya tuturan tertentu seperti yang tertera pada hal yang mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterimakasih, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, berjanji, mendesak, dsb.
KONTEKS: KEJORA LANGSUNG LARI MASUK KEDALAM. VINKA KEBINGUNGAN. APA ADA YANG SALAH DENGAN PERTANYAANNYA YANG BERMAKSUD UNTUK BERTEMU DENGAN IBUNYA. TAKLAMA KEJORA KELUAR DENGAN MENGGANDENG IBUNYA.
“Aduh….Jora? Emak teh jangan ditarik-tarik? Kunaon atuh? Eh, aya eneng-eneng geulis?”
“Maaf, Bu. Kami mengganggu. Saya ingin ngobrol-ngobrol tentang Kejora,” Vinka memulai pembicaraan.
Tuturan Ibu didalam penggalan wacana cerpen itu termasuk kedalam tuturan ilokusioner. Alasannya bahwa tuturan Ibu itu tidak merupakan hasil bertutur saja tetapi dalam tuturan itu tersirat suatu maksud. Karena, pada mulanya sang Ibu tidak mengetahui akan kedatangan Vinka dan teman-temanya, maksud yang dikandung dari tuturannya itu adalah bertanya ada apa gerangan hingga Kejora menarik-narik dirinya. Denagn demikian, tuturan Ibu, “Aduh….Jora? Emak teh jangan ditarik-tarik? Kunaon atuh? Eh, aya eneng-eneng geulis?” mengandung maksud tertentu sekaligus menandai tindakan ilokusioner.Sedangkan tindak bertutur jenis ketiga yaitu perlokusioner sering membawa pangaruh atau pengaruh yang dihasilkan dengan menuturkan sesuatu yang membuat mitra tuturnya menjadi takut, lega, kawatir, sedih, gembira, dsb. Didalam penggalan wacana cerpen “Kejora” berikut ini terkandung tuturan perlosioner.
KONTEKS: VINKA MENGHEMBUSKAN NAFASNYA. IA MENATAP GADIS KECIL YANG SEDARI TADI MASIH MENENGADAHKAN KEPALANYA KEATAS. KEMUDIA VINKA JUGA MELIHAT KEATAS KARENA INGIN TAHU APA YANG GADIS KECIL ITU LIHAT. TAK LAMA VINKAN TERSENYUM MENGERTI.
“Adik suka bintang, ya?” Tanya Vinka. Gadis itu tersenyum sambil mengangguk. “Kakak juga suka. Oh ya nama kakak Vinka. Adik siapa?Gadis itu tersenyum manis. Dengan semangat, ia menunjuk kearah bintang-bintang dilangit.Ekspresi Vinka dalam penggalan wacana cerpen “Kejora” tersebut merupakan tuturan perlokusioner. Alasannya adalah bahwa tuturan itu digunakan untuk mengetahui apakah Kejora menyukai bintang? Dan ternyata membawa dampak psikologis pada Kejora, mitra tuturnya, yang merasa bahagia akhirnya Vinka mengerti apa yang sedang ia lakukan. Hal ini dibuktikan dengan adanya senyuman Kejora yang diiringi dengan anggukkannya. Senyuman Kejora merupakan efek yang menandai keperlokusioneran tuturan Vinka.
2.Tuturan , Direktif, Expresif, Komisif Representatif atau biasa disebut dengan istilah asertif berupa tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran tuturannya. Hal ini terdapat pada ujaran yang menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan, kesaksian, berspekulasi, dsb.KONTEKS: SETELAH AKHIRNYA VINKA PAHAM MAKSUD APA YANG SEBENARNYA DILIHAT KEJORA DENGAN TANPA BERHENTI MEMADANG LANGIT DI MALAM HARI. DENGAN SEMANGAT KEJORA MENUNJUK KEARAH BINTANG-BINTANG DI LANGIT.
“Bintang? Nama adik, Bintang?” lanjut Vinka lagi. Tetapi gadis itu menggeleng sambil terus menunjuk kearah bintang. “Aduh…maaf, Dik. Kakak nggak ngerti.” Vinka bingung. Gadis itu terus menunjuk-nunjuk ke atas.“Kejora! Ayo pulang!” seorang laki-laki berusia belasan tiba-tiba menghampiri gadis kecil itu. Mungkin kakaknya.
“Maaf, Kak. Kejora bisu.” Sapa si Kakak sambil menarik tangan Kejora tetapi Kejora melawan.
Tuturan Kakak pada penggagalan cerpen “Kejora” , “Maaf, Kak. Kejora bisu.” merupakan tuturan representatif. Hal itu terjadi karena tuturan itu mengikat Kakak sebagai pelaku penuturnya akan kebenaran tuturannya itu. Dari konteks tuturan diketahui, bahwa memang adik Kakak itu memang tidak bisa berbicara. Dengan keadaan seperti itu, tuturan Kakak itu ada benarnya. Walaupun Vinka mencoba untuk selalu menebak apa yang sedang Kejora lihat dengan seribu pertanyaanpun, dia tetap akan diam tak bergeming tidak memberi satupun jawaban. Atas dasar itu, maka tuturan Kakak tersebut merupakan tuturan representatif atau tuturan asertif.
2.1 Tindak tutur direktif atau impositif bertumpu pada tuturan yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan didalam tuturan tersebut, contohnya seperti tertera pada hal yang: memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, menantang, dsb. Penggalan wacana cerpen “Kejora” dibawah ini tergolong kedalam jenis tuturan impositif atau direktif.
KONTEKS: DARA MELEDEK VINKA DENGAN MENEPUK BAHU VINKA KETIKA DIA SEDANG MAKAN. IA TERBATUK-BATUK KARENA TERSENDAK ROTI YANG DARI TADI DIKUNYAHNYA. LALU IA BERLARIAN KESANA KEMARI. MEMBUKA ISI KULKAS MENCARI AIR MINERAL, KEMUDIAN MENENGGUKNYA
“Makanya! Jangan makan sambil bengong!” ledek Dara. Vinka manyun. Witri, Maya dan Luna hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka.
“Udah, udah! Abis makan pada mandi ya! Ntar kita jalan-jalan ke kampong sini. Sekalian olah raga,” usul Luna.
“Iya! May, kameranya jangan lupa nanti dibawa. Siapa tahu aja ada momen cantik,” tambah Witri.
Hal itu terjadi karena memang tuturan ti dimaksudkan penuturnya, Luna, agar mitra tuturnya, Dara, Vinka, Witri dan Maya yang ada pada konteks tuturan diatas agar mereka mandi setelah menyelesaikan makanan mereka. Indikator bahwa tuturan itu direktif adanya suatu tindakan oleh mereka setelah mendengar tuturan itu. Minimalnya dengan mengucakan kata ya pada tituran selanjutnya. Tuturan, “Udah, udah! Abis makan pada mandi ya!” menandai kedirektifan tuturan Luna.
2.2 Tuturan expresif atau evaluatif merupakan tuturan yang diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat dan menyanjung adalah contoh-contoh dari jenis tuturan evaluatif. Berikut merupakn penggalan cerpen “Kejora” yang mengandung tuturan expresif.
KONTEKS: WITRI, MAYA DAN LUNA HANYA BISA TERTAWA MELIHAT TINGKAH DARA DAN VINKA. KEMUDIAN LUNA MENGUSULKAN UNTUK JALAN-JALAN KE KAMPUNG YANG MEREKA TEMPATI SETELAH SEMUA SAHABATNYA ITU MANDI
“Iya! May, kameranya jangan lupa nanti dibawa. Siapa tahu aja ada momen cantik,” tambah Witri.
“Apalagi momen cantiknya itu foto-foto sama orang yang cantik kayak aku, he..he..” ujar Vinka pede, disusul dengan teriakan ’huu…’ kompak keempat temannya.
Tuturan Vinka pada penggalan wacana itu, “Apalagi momen cantiknya itu foto-foto sama orang yang cantik kayak aku, he..he..” termasuk kedalam tuturan ekspresif yang menyanjung dirinya sendiri. Termasuk tindak tutur expresif tuturan itu karena tuturan itu dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkannya, yaitu menambahkan cantiknya momen yang akan diambil gambarnya dengan adanya dirinya yang cantik. Isi tuturan itu berupa sanjungan karena itu tindakan yang memproduksinya termasuk tindakan ekspresi menyanjung meskipun ditujukkan pada diri sendiri.
2.3 Tuturan komisif adalah tuturan yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan dalam tuturannya. Area ini mencakup tindakan yang: berjanji atau bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul, dsb. Tuturan Ibu dalam penggalan wacana cerpen “Kejora” adalah tuturan komisif.
KONTEKS: VINKA JADI TAKUT SETELAH MENDENGAR UCAPAN IBU APAKAH KEJORA BIKIN MASALAH SAMA DIA DAN TEMAN-TEMAN DENGAN VOLUME SUARA YANG MAKIN MENGERAS
“Nggak, Bu. Saya Cuma mau tahu, apa Kejora…”
“Sudah! Saya teh tidak suka ada yang mendekati kejora! Apalagi eneng-eneng seperti kalian!Saya nggak mau kalian merusak anak saya!” bentak Ibunya memotong kalimat Vinka
3.Analisis Maksim Kualitas Cerpen Kejora
I. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Suatu tindak tutur biasa terjadi dalam sebuah ujaran yang diucapkan oleh penutur dengan mitra tuturnya. Adanya maksud yang tersirat didalamnya tergantung pada siapa yang mengucapkannya, bagaimana isi pengucapannnya, ditempat mana dan lain sebagainya. Cara pendekatan seperti itu tidak terlepas dari konteks yang menyertainya. Dengan mengacu pada pendapat Leech, Rustono (1999:34) mengklasifikasikan aspek situasi tutur untuk tindak tutur yang meliputi: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Berbicara mengenai konteks tentunya tidak bisa dilepaskan dari cabang bahasa yang lebih mengidentifikasi untuk apa tuturan itu digunakan bukan apa makna yang tertera dalam tuturan itu, yaitu pragmatik.
Ciri kajian pragmatik pastilah melandaskan pada analisis suatu tindak tutur yang terbagi kedalam empat kategori yang bisa dirinci lagi kedalam beberapa bagian. Pertama, Austin (Rustono 1999:34) mengklasifikasikan tuturan deklaratif menjadi dua, yaitu Konstantif dan Performatif. Selanjutnya, ia juga menggolongkan tiga tindak tutur yang berupa: Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi (Rustono 1999:36). Beberapa tahun kemudian, Searle mencetuskan lima jenis tindak tutur, masing-masing adalah: Representatif, Direktif, Expresif, Komisif, dan Isbati. Isbati sengaja dipilih untuk menghilangkan kerancuan istilah tentang jenis kalimat yang deklaratif. Kemudian juga ada pengkelompokkan tindak tutur menjadi tuturan Langsung, Tidak Langsung, Harfiah, dan Tidak Harfiah. Sejurus kemudian , Freser berpendapat bahwa ada dua jenis tindak tutur lagi berdasarkan pendekatan kelayakan pelakunya yaitu Vernakuler dan Seremonial (Rustono 1999:46-47).
II. Analisis Tindak Tutur Cerpen “Kejora
Tuturan-tuturan yang akan dianalisis lebih lanjut adalah cerita pendek yang bisa disebut dengan cerpen. Cerpen ini mengambil judul “Kejora” yang diterbitkan pada majalah remaja muslim Annida No. 8 / XVI / 15 April-15 Mei 2007. Kejora lebih bercerita tentang pengalaman salah satu orang dan keempat sahabatnya yang sedang berlibur, yang mengalami kejadian berantai yang diakibatkan oleh salah satu kisah tragis dari anak penduduk desa yang mereka tempati.
Tuturan –tuturan tersebut akan dilihat dari sudut pandang jenis-jenisnya seperti konstantif dan performatif, tuturan llokusi, ilokusi dan perlokusi, tuturan representatif, direktif, expresif, komisif, dan isbati dan jenis tindak bertutur langsung, tidak langsung, dan takharfiah. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing lima jenis tindak tutur beserta analisisnya:
A. Tuturan Konstantif dan Performatif
Tuturan Konstatif merupakan tuturan yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji dengan benar atau salah. Tuturan ini terdapat pada kalimat yang bermodus deklaratif dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia sebagai bahan acuan untuk dapat menguji kebenarannya.
Tuturan berikut ini adalah tuturan konstatif didalam cerita pendek “kejora”.
KONTEKS: KETIKA VINKA MULAI MEMBICARAKAN TENTANG KEJORA DENGAN IBUNYA, IBUNYA LANGSUNG DIAM DENGAN TAMPANG CURIGA, MENATAP VINKA DARI ATAS HINGGA BAWAH. VINKA JADI SERBA SALAH. LALU MENATAPI MAYA, DARA, WITRI DAN LUNA SAHABAT PERKULIAHANYA BERGANTIAN.
“Kalian teh wartawan, ya?” Tanya ibu Kejora, tampak tidak suka.
“Bukan, bu. Kami bukan wartawan. Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini. Kebetulan saya semalam bertemu dengan Kejora didepan bungalow yang kami tempati”, jelas Vinka.
Kekonstatifan tuturan tokoh Vinka, mitra tutur Ibu, didalam penggalan wacana cerpen “Kejora” itu dapat dibuktikan dengan cara menguji benar salahnya isi tuturan tersebut. Pengujian itu dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: “Benarkah tokoh Vinka dan teman-temanya itu mahasiswa? Benarkah tokoh Vinka dan teman-temanya itu bukan wartawan?” Jawaban pertanyan itu dapat ditemukkan pada peristiwa tutur yang mendukung tuturan itu. Dari konteks tutur wacana cerpen itu bahwa tokoh Vinka selaku penutur tuturan itu adalah bersahabat dengan Maya, Dara, Witri, dan Luna yang notabene merupakan teman perkuliahan Vinka yang datang bersamaan dengan Vinka untuk menemui Ibu Kejora dirumahnya. Diperkuat lagi dengan tuturan yang dikatakan oleh Vinka sendiri yang menyebutkan: “Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini”. Dengan demikian, tuturan, “Bukan, bu. Kami bukan wartawan. Kami hanya mahasiswa yang sedang berlibur kesini. Kebetulan saya semalam bertemu dengan Kejora didepan bungalow yang kami tempati” dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu, tuturan itu merupakan tuturan konstantif.
Dilain sisi, kalimat yang berjenis deklaratif bisa berbentuk perfomatif dimana pengutaran tuturannya digunakan untuk melakukan sesuatu dengan membuat tuturan itu sendiri. Seperti yang terdapat pada tuturan dari penggalan wacana cerpen “Kejora”:
KONTEKS: SAMBIL MENGATAKAN BAHWA KEJORA BISU, KAKAKNYA MENARIK TANGAN KEJORA. TETAPI KEJORA MELAWAN.
“Dik, biar aja Kejora main sebentar. Tampaknya ia belum mau pulang”, Vinka mencoba membujuk Kakaknya.
“Kakak nggak usah sok tahu! Saya ini kakaknya! Saya yang tahu Kejora seperti apa! Dia bisa membahayakan orang! Apalagi permpuan seperti kakak!” jelas sang Kakak.
“Ayo, Jora! Pulang! Kamu mau dimarahi Umi?” Kakaknya kembali menarik tangan Kejora yang kesakitan. Tuturan sang Kakak dalam penggalan wacana cerpen tersebut merupakan tuturan performatif. Alasannya adalah bahwa tuturan itu digunakan untuk melakukan sesuatu, yaitu mengancam. Tindak tutur melakukan kegiatan mengancam itu menanadai keperfomatifan tuturan. Pengujian terhadap tuturan perfomatif bukanlah didasarkan pada benar atau salah seperti pada tuturan konstantif melainkan dengan pengujian atas sahih tidaknya tuturan itu. Dari kebiasaan berkomunikasi dengan bahasa yang wajar, ternyata dapat dikatakan bahwa tuturan itu sahih. Maksudnya, ancaman sang Kakak terhadap adiknya Kejora itu wajar dilakukan sang Kakak untuk menghindarkan kemungkinan yang lebih buruk yang bisa menimpa Vinka. Jadi, tuturan Kakak, “Ayo, Jora! Pulang! Kamu mau dimarahi Umi?” merupakan tindakan bertutur yabg sahih. Oeh kesahihannya itulah, tuturan Kakak tergolong tuturan perfomatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar