Selasa, 19 Mei 2015

mata kuliah wacana materi wacana tulis dan wacana lisan

1.        Wacana Lisan dan Tulis
Wacana berdasarkan media penyampaiannya dibedakan menjadi dua yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (spoken discourse) adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan (Sumarlam dkk, 2010: 16). Untuk menerima dan memahami wacana  lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak dan mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung  antara pembicara dengan pendengar. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau media tulis (Sumarlam dkk, 2010: 16). Untuk dapat menerima dan memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya.    
Willis Edmonsond (dalam Mulyana 2005: 52), dalam bukunya Spoken Discourse (wacana lisan) secara tidak langsung menyebut bahwa wacana lisan memiliki kelebihan disbanding wacana tulis. Beberapa kelebihan di antaranya ialah:
a.         Bersifat alami (natural) dan langsung
b.         Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi)
c.         Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat)
d.        Berlatar belakang konteks situasional
Bila dicermati dengan sungguh-sungguh, kelebihan-kelebihan tersebut ada dasarnya memang sudah menjadi sifat dan wacana lisan. Sebab di sekeliling wacana lisan, memeng sudah tersedia sejumlah aspek nonlinguistik yang benar-benar tidak tampak secara eksplisit, tetapi ada dan sangat berpengaruh terhadap makna dan keutuhan wacana  itu sendiri.  Wacana tulis sering dipertanyakan maknanya dengan teks atau naskah. Namun untuk kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi disiplin ilmu yang mandiri kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian wacana. Apalagi, istilah naskah atau teks tampaknya hanya berorientasi pada huruf sedangkan gambar tidak termasuk di dalamnya. Padahal, gambar atau lukisan dapat dimasukan pula kedalam jenis wacana tulis.
 Sebagaimana dikatakan oleh Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana 2005: 52) wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang dalam hierarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia dan lain-lain) yang membawa amanat yang lengakap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana tulis.
2.        Wacana Berdasarkan Bentuk
Klasifikasi wacana berdasarkan bentuk menurut Mulyana (2005) adalah sebagai berikut.
a.       Wacana Naratif
Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah (Mulyana, 2005:48). Uraiannya cenderung ringkas, bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alenia pembuka isi, dan diakhiri oleh alenia penutup.
b.      Wacana Prosedural
   Wacana prosedural adalah rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsure-unsurnya karena urgensi unsur terdahulu menjadi landasan unsure yang berikutnya (Sumarlam, 2003: 20). Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan (Mulyana, 2005: 48). Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau aturan tertentu agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil dengan baik.
c.       Wacana Ekspositori
   Wacana ekspositori adalah rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran (Sumarlam, 2003: 21).  Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informati (Mulyana, 2005:49). Bahasa yang digunakan cenderung denotative dan rasional. Termasuk dalam wacana ini adalah ceramah ilmiah, artikel dimedia massa.
d.      Wacana Hartatori
   Wacana hartatori digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan (Mulyana, 2005: 49). Sifatnya persuasif, tujuannya ialah mencari pengikut atau penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan dalam wacana tersebut. Contoh wacana semacam ini adalah pidato politik, iklan, atau sejenisnya.
e.       Wacana Dramatik
   Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi didalamnya (Mulyana, 2005: 50). Contoh teks dramatik adalah scenario film/sinetron, pentas, wayang orang ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.
f.       Wacana Epistoleri
   Wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-menyurat (Mulyana, 2005: 50). Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alenia pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alenia penutup.
g.      Wacana Seremonial
   Wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan seremonial (upacara). karena erat kaitanya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan disembarang waktu (Mulyana, 2005: 50). Inilah bentuk wacana yang dinilai khas dan khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana ini umumnya tercipta karena tersedianya konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks wacana seremonial terdiri dari alenia pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri penutup. Contoh wacana ini adalah pidato, dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa: tanggan wacana manten).
3.        Wacana Berdasarkan Jumlah Penuturnya
Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokkkan menjadi dua, yaitu (1) wacana monolog dan (2) wacana dialog (Mulyana, 2005: 53).
a.         Wacana Monolog
Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Penuturannya bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Beberapa bentuk wacana monolog, antara lain pidato, pembacaan puisi, khotbah Jumat, pembacaan berita, dan sebagainya. Pada kenyataannya, dalam suatu orasi, ceramah, atau pidato tertentu, penutur secara improvisasi kadang-kadang justru mencoba berinteraksi dengan pendengarnya. Cara yang dipakai, misalnya dengan melontarkan pertanyaan, “Bagaimakah sikap kita untuk andil dalam pembangunan pendidikan bangsa ini?”. Dalam konteks seperti ini, wacana monolog berubah menjadi wacana semi-monolog.
b.         Wacana Dialog
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini biasanya berbentuk tulis ataupun lisan. Wacana dialog tulis memiliki bentuk yang sama  dengan wacana drama (dialog skenario, dialog ketoprak, lawakan, dan sebagainya).
Dalam kajian wacana, istilah penutur (addreser) atau orang pertama (O1), terkadang disebut pula sebagai penyapa, pembicara, penulis(wacana tulis). Sedangkan petutur (addresee) atau (O2), sering disamakan dengan pesapa, mitra bicara, lawan bicara, pasangan bicara, pendengar, pembaca (wacana tulis).
Di samping pembagian di atas, sering kali kita temui pemakaian wacana monolog dan dialog erat sekali dengan wacana prolog dan epilog. Umumnya, keempat jenis wacana ini sama-sama digunakan dalam naskah drama.
Prolog diucapkan oleh seorang narator. Bagian naskah drama ini letaknya di awal sebelum drama dimulai. Sementara itu, epilog merupakan bagian naskah drama yang berupa simpulan atau penutup.
4.      Wacana Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, wacana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu wacana fiksi dan wacana nonfiksi.
a.    Wacana Fiksi
Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpretable. Umumnya penampilan dan rasa bahasanya dikemas secara literer atau estetis. Di samping itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa karya fiksi mengandung fakta, dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Namun sebagaimana proses kelahiran dan sifatnya karya semacam ini tetap termasuk dalam kategori fiktif. Bahasa yang digunakan wacana fiksi umumnya menganut asas kebebasan berpuisi dan kebebasan bergramatika. Wacana fiksi dapat dipilah menjadi tiga jenis yaitu wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama.
b.    Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi disebut juga sebagai wacana ilmiah. Jenis wacana ini disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahasa yang digunakan bersifat denotatif, lugas, dan jelas. Aspek estetika bukan lagi menjadi tujuan utama. Secara umum penyampaiannya tidak mengabaikan kaidah-kaidah gramatika bahasa yang bersangkutan. Beberapa contoh wacana nonfiksi antara lain adalah laporan penelitian, buku materi perkulaihan, petunjuk mengoperasikan pesawat terbang, dan sebagainya.
5.      Wacana Berdasarkan Isi
Klasifikasi wacana berdasarkan isi relatif mudah dikenali. Hal ini disebabkan antara lain telah tersedianya ruang dalam berbagai media yang secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atau dasar isisnya. Isi wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai nuansa atau muatan tentang hal yang ditulis, sebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa. Wacana berdasarkan isi dapat dipilah menjadi wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana hukum, dan wacana kriminalitas.
a.    Wacana Politik
Sebagian orang memandang dunia politik sebagai dunia siasat, penuh strategi, dan mungkin kelicikan. Lingkungan politik yang demikian itu pada gilirannya melahirkan istilah-istilah tertentu yang maknanya sangat terbatas.
Contoh: PKS Ngotot Bertahan di Koalisi
Munculnya wacana tersebut disebabkan oleh adanya konflik di dalam tubuh partai keadilan sejahtera dengan partai demokrat yang berujung pada pendepakkan partai keadilan sejahtera dengan partai demokrat.
b.    Wacana Sosial
Wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat memang cukup sulit untuk mengatakan apa persoalan yang bukan merupakan persoalan sehari-hari.
Contoh: Jatah Cukai Tembakau Masih Minim
Munculnya wacana tersebut terkait dengan minimnya jatah cukai tembakau. Pendapatan yang diterima negara dari para produsen rokok dan tembakau tidak seimbang dengan dampak buruknya. Pencemaran limbah padat dan bahan berbahaya beracun BLH Boyolali pun telah disosialisasikan, selain itu masyarakat juga mendapatkan penerangan tentang pengelolaan sampah.
c.    Wacana Ekonomi
Wacana ekonomi berkaiatan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi ada beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Ungkapan-ungkapan seperti persaingan pasar, biaya produksi tinggi, inflasi, dan devaluasi.
Contoh: Listrik Naik Industri Tekstil Paling Terpukul
Munculnya wacana tersebut disebabkan industri semen dan industri tekstil yang daya saingnya menurun signifikan akibat kenaikan TDL, sengan survei sebagai berikut: 450-900 VA konsorsium mengukur kemampuan bayar pelanggan di perkotaan dan pedesaan dengan membagi penghasilan dikurangi pengeluaran dengan pemakaian KWH.
d.   Wacana Budaya
Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Representasi aktifitas budaya umumnya lebih dekat kepada hal-hal yang bersifat kedaerahan. Namun pada wilayah kewacanaan ini kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan manusia sehari-hari.
Contoh: Belajar Berbudaya Kepada Cina
Munculnya wacana tersebut disebabkan seni budaya ritual konghuchu adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan sepanjang masa. Tidak boleh terkendala ruang dan waktu. Dan dibaliknya ada tujuan mulia yakni bertemu dan berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. Maka itu tidak ada salahnya jika bangsa Indonesia meniru kesuksesan bangsa Cina dalam hal seni budaya dan tradisi ritual khas seperti yang dimiliki oleh suku Jawa, Sunda, Batak, dan lain-lainnya.
e.    Wacana Hukum dan Kriminalitas
Persoalan hukum dan kriminalitas sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi mata uang, berbeda tapi menjadi satu kesatuan. Kriminalitas menyangkut hukum dan hukum mengelilingi kriminalitas.
Contoh: Bupati Rina Melenggang Dua Jaksa Disoal
Seperti halnya jenis wacana lainnya ciri wacana hukum dan kriminalitas dapat dikenali dari pemilihan kata yang digunakan. Pada contoh tersebut dua jaksa orang yang dikenai status sangkaan perbuatan melawan hukum. Masyarakat anti korupsi Indonesia juga memohon kepada hakim agar memerintahkan jaksa agung, kejaksaan tinggi Jawa Tengah (termohon II) untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuia dengan hukum yang berlaku serta melakukan penyidikan Rina Iryani sebagai tersangka karena diduga telah menikati hasil korupsi bersama terpidana lain.
f.     Wacana Olahraga dan Kesehatan
Sebagai halnya wacana hukum dan kriminalitas, dunia olahraga dan kesehatan juga dibedakan meski sebenarnya tetap berkaitan secara timbal balik. Dalam hal ini pilihan kata atau istilah khusus dan bermakna tertentu baru dapat ditafsirkan dengan benar sepanjang terlebih dahulu diketahui konteks terjadinya wacana tersebut.
Contoh: Waspadai Gejala Buruk Kanker Ovarium
Wacana tersebut membahas tentang gejala terjadinya kanker ovarium dan bagaimana cara mengatasinya.
6.      Wacana Berdasarkan Gaya dan Tujuan
Sebagai bentuk wacana bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan penggunaan bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Daya persuasi pada iklan dapat dirasakan pada pemilihan kata.
Contoh: Bangun Rumah itu Seharusnya Tidak Main-main
              untuk Hasil Kokoh Daya Rekat Tinggi Semen Gersik Jagonya
Daya persuasif bahasa iklan dapat dirasakan pada pemilihan kata kokoh, dan daya rekat tinggi. Untuk mendapatkan efek perlokusinya, dituturkan kata “Semen Gersik Jagonya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar