1. Definisi
kohesi dan koherensi
A. Pengertian
kohesi menurut beberapa tokoh:
a. Tarigan
(1987 : 96 )
Kohesi atau kepaduan wacana menurut
aspek formal bahasa dalam wacana.
b. Menurut Gutwinsky dalam Tarigan (1987 : 97
)
Kohesi atau kepaduan wacana ialah
hubungan antar kalimat di dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun
dalam strata leksikal tertentu.
c. Menurut Halliday dan Hasan dalam Tarigan
(1987 : 97 )
Dalam kohesi menggunakan penanda yang
dipakai untuk menandai kohesif.
Kohesi secara umum dapat kita artikan sebagai keserasian
hubungan antar unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Kohesi
mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari
kalimat-kalimat.
B. Pengertian
koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rap kenyataan dan
gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami
pesan yang dikandungnya menurut ( Wohl, 1978 : 25).
2. Jenis-jenis
kohesi dan koherensi
a. Kohesi
Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah kepaduan bentuk
bagian-bagian wacana yang diwujudkan
ke dalam sistem gramatikal.
Secara lebih rinci, aspek gramatikal
wacana meliputi:
1. Pengacuan
( Refrensi )
Pengacuan
atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatik yang merupakan satuan
lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau
mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau
di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis yakni (1) pengacuan endofora, apabila acuannya berada
atau terdapat dalam teks wacana itu, (2) pengacuan eksofora, apabila acuannya
berada atau terdapa di luar teks.
2. Subtitusi.
Subtitusi
adalah hasil penggantian unsure bahasa oleh unsure lain dalam satuan yang lebih
besar untuk memperoleh unsure-unsur
pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu. Subtitusi merupakan
hubungan gramatikal, lebih bersifat
hubungan kata dan makna. Subtitusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat
nominal, verbal, klausal, atau campuran.
3. Elipsis
Elipsis
adalah peniaadaan kata atau satuan lain yang ujud asalanya dapat diramalkan
dari konteks bahasa atau luar bahasa. Ellipsis dapat pula dikatakan penggantian
nol ; sesuatu yang ada tetapi tidak diucapakan atau tidak dituliskan.
4. Konjungsi
Konjungsi
adalah yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan
frasa, kalusa dengan klausa, kalimat denagn kalimat, atau peragraf dengan
paragraph.
Konjungsi
dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan atas :
-
konjungsi adversative : tetapi, namun
-
konjungsi kausal : sebab, karena
-
konjungsi korelatif : entah/entah, baik/maupun
-
konjunsi subordinatif : meskipun, kalau, bahwa
-
konjungsi temporal : sebelum, sesudah
b. Kohesi
Leksikal
Kohesi leksikal adalah hubungan
antar unsur dalam wacana secara semantik. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek
leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau
relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain
dalam wacana.
Aspek leksikal dalam wacana dibedakan menjadi
enam yakni :
1. Repetisi
Repetisi adalah pengulangan satuan
lingual yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai.
2. Sinonim
Sinonim dapat diartikan sebagai nama
lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang makna nya kurang lebih
sama dengan ungkapan lain. Sinonim merupakan salah satu aspek leksikal untuk
mendukung kepaduan wacana.
3. Antonim
Antonim dapat diartikan sebagai nama
lain untuk benda atau hal yang lain, satuan lingual yang maknanya
berlawan/berposisi dengan satuan lingual yang lain.
4. Kolokasi
Kolokasi atau sanding kata adalah
asosiasi dalam menggunakan pilihan kata
yang cenderung digunakan secara berdampingan.
5. Hiponim
Hiponim dapat diartikan sebagai satuan
bahasa yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang
lain.
6. Ekuivalen
( kesepadanan)
Ekuivalen adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu
dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah
kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjuk adanya hubungan
kesepadanan.
3. Definisi
paragraf
Paragraf adalah suatu bagian dari bab
pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus
dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea.
Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam
(geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
4. Ciri-ciri
dan klasifikasi paragraf
Menurut Tarigan
dalam buku
Mudlofar (2002: 95) menyatakan beberapa ciri paragraf, yaitu:
a.
Berdasarkan sifat dan tujuannya paragraf
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Paragraf
pembuka
Paragraf
pembuka merupakan paragraf yang berperan sebagai pengatur untuk sampai kepada
masalah yang akan diuraikan
2) Paragraf
penghubung
Paragraf
penghubung ialah semua paragraf yang terdapat antara paragraf pembuka dan
penutup yang berisi uraian masalah yang dibahas.
3) Paragraf
penutup
Paragraf
penutup ialah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian
karangan.
b.
Berdasarkan kalimat utamanya, paragraf
terbagi menjadi:
1) Paragraf
deduksi
Paragraf
deduksi ialah paragraf yang kalimat utamanya terletak diawal.
2) Paragraf
Induksi
Paragraf
induksi adalah paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf.
3) Paragraf
kombinasi (campuran)
Paragraf
kombinasi ialah paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal dan diakhir
paragraf.
c.
Berdasarkan isi, paragraf terbagi
menjadi:
1) Paragraf
narasi
Secara
sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau
kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang
menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik
merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga
unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan
berdasarkan plot atau alur. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Contoh narasi
yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Contoh narasi
yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
2) Paragraf
deskripsi
Paragraf
deskripsi ialah karangan yang berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan
sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
3) Paragraf
eksposisi
Karangan
ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi
atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat
dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.
4) Paragraf
argumentasi
Karangan
ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/
fakta sebagai alasan/ bukti. Dalam argumentasi pengarang mengharapkan
pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta
atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.
5) Paragraf
persuasi
Karangan
ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi
pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan
yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam
karangannya.
5. Pengembangan
Paragraf
a) Pengembangan
alamiah
Pengembangan
secara alamiah ini seorang penulis dapat menggunakan pola yang sudah ada pada
obyek atau kajian yang dibicarakan. Penulis dapat menggunakan dua pola.
Pertama, pola spesial atau urutan ruang, misalnya gambaran dari depan ke
belakang, dari luar kedalam dan sebagainya. Kedua, pola kronologis atau urutan
waktu, misalnya gambaran urutan terjadinya peristiwa, perbuatan atau tindakan,
tadi sekarang, nanti, besok, dan sebagainya.
b) Pengembangan
klimaks dan antiklimaks
Pembuatan
klimaks dilakukan dengan penampilan gagasan utama yang rinci dari persoalan
yang paling rendah kedudukannya. Sementara itu pengembangan antiklimaks
merupakan kebalikan dari klimaks.
c) Pengembangan
Perbandingan dan Pertentangan
Paragraf
perbandingan dan pertenntangan ialah cara pengarang menunjukkan kesamaan atau
perbedaan antara dua orang , subjek atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi
tertentu (Keraf dalam buku
Mudlofar 2002: 99).
d) Pengembangan
analogi
Pengembangan
analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah terkenal umum
dengan yang tidak dikenal umum.
e) Pengembangan
contoh-contoh
Gagasan
yang terlalu umum sifatnya sulit dipahami. Agar pembaca menjadi jelas
diperlukan ilustrasi-ilustrasi konkret. Ilustrasi konkret inilah yang nantinya
dikembangkan menjadi contoh-contoh.
f) Pengembangan
akibat sebab -sebab akibat
Hubungan
kalimat dalam sebuah paragraf dapat berupa hubungan sebab akibat dan akibat
sebab. Sebab dapat bertindak sebagai kalimat utama, sedangkan akibat merupakan
kalimat penjelas. Dapat pula sebaliknya , akibat sebagai pikiran utama dan
sebab sebagai pikiran penjelas.
g) Pengembangan
definisi luas
Yang
dimaksud pengembangan definisi luas ialah pengarang bermaksud memberikan
keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau hal (Keraf dalam buku Mudlofar 2002: 102).
h) Pengembangan
klasifikasi
pengembangan
karangan kadang-kadang memerlukan pengelompokan hal-hal yang mempunyai
persamaan. Pengelompokan ini bekerja kedua arah yang berlawanan, yaitu pertama
mempersatukan satuan-satuan kedalam satu kelompok., dan kedua, memisahkan
satuan-satuan tadi dari kelompok yang lain (keraf dalam buku Mudlofar 2002: 103).
i)
Pengembangan umum khusus-khusus umum
Cara
pengembangan paragraf umum khusus-khusus umum merupakan cara yang paling umum
dipakai. Paragraf umum khusus dikembangkan dengan meletakkan pikiran utama pada
awal paragraf kemudian rician-rincian berada pada kalimat-kalimat berikutnya.
Sebaliknya paragraf khusus umum, mula-mula dikembangkan rincian-rincian
kemudian pada akhir paragraf disampaikan generalisasinya. Jadi paragraf umum
khusus bersifat deduktif, sedangkan paragraf induktif bersifat khusus umum.
6. Hubungan
kohesi dan koherensi dalam pengembangan paragraf hingga membentuk sebuah wacana
utuh.
Pengembangan paragraf untuk
membentuk sebuah wacana utuh yang baik maka sangat diperlukan untuk memperhatikan
adanya kohesi dan koherensi antar kalimat yang ada di dalam paragraf dan juga
paragraf-paragraf di dalam sebuah bacaan secara keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar